LIPUTAN KHUSUS

Jakarta Harus Diselamatkan, Ada atau Tiada IKN Nusantara

CNN Indonesia
Kamis, 10 Mar 2022 13:17 WIB
Warga menembus banjir rob di Pelabuhan Muara Baru, Desember 2018. Banjir rob merupakan salah satu gejala penurunan muka tanah (CNN Indonesia/ Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia --

Prediksi Jakarta tenggelam akibat penurunan muka tanah menyisakan keresahan. Bagaimanapun, pakar mencatat ibu kota masih bisa diselamatkan tanpa mesti buru-buru bedol desa ke ibu kota negara (IKN) baru.

Beberapa pihak memprediksi sebagian Jakarta tenggelam 10 tahun lagi, atau 2030, atau 2050, sebagai dampak penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah berlebih. Ada pula yang menyebut tenggelamnya Jakarta karena naiknya air laut.

Bukti konkretnya, masjid Wal Adhuna, Muara Baru, Jakarta Utara, yang berada di luar Tanggul Jakarta, perlahan terendam air; serta Gedung peninggalan kolonial Belanda, Onderlinge Levensverzekering Van Eigen Hulp (Olveh), yang pada 2016 sudah berada di 95 sentimeter di bawah permukaan jalan.

Bella, warga RT 05 RW 22 Dermaga Ujung, Muara Angke, mengaku takut dengan prediksi tersebut. Namun, ia enggan pindah ke lokasi lebih aman lantaran terkait nafkah. 

"Namanya juga pemukiman nelayan, mencari nafkah, tempat berteduhnya. Kalau di kampung susah nyari duitnya. Susah minta ampun. Dari pagi sampe sore Rp25 ribu," ujar dia, yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga itu, Januari lalu.

Niar (39), warga Penjaringan, Jakarta Utara, mengaku sering mendengar prediksi itu dan mempercayainya. Ia sudah terbiasa terendam sebelum Jakarta benar-benar tenggelam.

"Tau keumuran, tau enggak [saat Jakarta benar-benar tenggelam]. Gimana entar aja. Itu kan masih ramalan ibaratnya. Sekarang aja mah mau tenggelam juga kemaren udah sepinggang berdiri mah kerendem," selorohnya, saat ditemui Januari lalu.

Rizky Suryana, seorang pekerja lepas yang Tinggal di Matraman, Jakarta Timur, mengaku cukup resah lantaran bukti Jakarta tenggelam itu sudah dirasakan sendiri berdasarkan pengalaman banjir 2012.

Saat itu, air mencapai ketinggian sekitar satu meter di sekitar RS Persahabatan, Jakarta Timur. Padahal, pada saat yang sama pengerukan kali dan program penanggulangan banjir masih berjalan. 


Thalitha Avifah Yuristiana (Pekerja Swasta) Tinggal di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, risau terhadap prediksi Jakarta tenggelam karena itu akan jadi beban generasinya."Jadi meskipun sungai Ciliwung dan lain-lain sudah dilakukan semacam pengurukan, tapi gua tetep aja ngerasain ada banjir. Karena lama-kelamaan tanah di Jakarta makin turun," ujarnya, Selasa (22/2).

"Cukup miris karena lagi-lagi generasi muda termasuk saya adalah kelompok yang akan terdampak ke depannya," ujar dia.

Bukan Cuma Ramalan

Peneliti geodesi dan geomatika Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas dalam studinya menjelaskan permukaan tanah di DKI rata-rata mengalami penurunan 1-20 cm per tahun.

Pada 2020, wilayah DKI yang sudah berada di bawah permukaan laut bertambah 9.556 hektare atau 14,43 persen dari total wilayah Jakarta.

"Kita sudah punya datanya, hampir 20 persen total wilayah Jakarta di bawah laut. Penurunan tanah lah yang signifikan menyebabkan banjir rob. Dan sekarang tidak terbantahkan," ucapnya, saat diwawancara via video konferensi, Kamis (10/2).

Heri berpandangan penurunan muka tanah itu terjadi karena beberapa faktor, seperti beban dari bangunan, aktivitas tektonik, pengambilan air tanah yang berlebihan, hingga pemadatan tanah atau kompaksi alamiah. Dari sejumlah faktor itu, yang paling signifikan adalah pengambilan air tanah.

Penurunan muka tanah itu pun disebutnya sebagai 'silent killer' lantaran menyebabkan bencana secara perlahan. Beberapa dampak yang bisa dirasakan yaitu banjir rob, kerusakan infrastruktur, fissures (retak bangunan) dan sinkhole (amblas), perluasan area banjir, dan penurunan kualitas lingkungan.

Bersambung ke halaman berikutnya...

 

'Good News' dengan Sejumlah Syarat


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :