Menghapus Bayang-bayang Kekerasan Seksual Anak di Sudut Bengkayang

Suhendra Ryan | CNN Indonesia
Rabu, 02 Mar 2022 09:15 WIB
Perjuangan anak untuk bangkit dari kasus perkosaan tidak berhenti di meja pengadilan. Cerita dua perempuan di Bengkayang jadi salah satu contohnya.
Ilustarsi kekerasan seksual. Berdasarkan survei WVI di Bengkayang, sekitar 27,2 persen anak pernah mengalami kekerasan seksual. (Istockphoto/Favor_of_God)

Salah satu gambaran masalah kekerasan seksual pada anak terlihat dari survei WVI pada 2017 silam yang melibatkan 386 anak di Bengkayang. Sekitar 27,2 persen anak menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual dalam 12 bulan terakhir, sementara 41,7 persen mengaku pernah mengalami kekerasan fisik.

Namun, hanya sekitar 43,3 persen anak yang mengetahui harus ke mana mereka melapor kekerasan tersebut.

Pada saat bersamaan, sekitar 603 orang tua di kota tersebut juga mengikuti survei. Dari hasilnya terlihat sekitar 94,7 persen orang tua masih memakai cara-cara kekerasan fisik ketika mendisiplinkan anak. Di sisi lain, hanya terdapat 3,6 persen anak yang bilang mempunyai hubungan baik dengan orang tua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Data ini kita pakai untuk data dasar program kita," kata Daniel.

Dalam survei tahun 2019 yang melibatkan 95 anak dan 95 orang tua, diperoleh bahwa 26,53 persen anak menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual selama 12 bulan terakhir. Sedangkan sekitar 39,8 persen anak mengalami kekerasan fisik dalam kurun waktu tersebut.

Terlihat angka kekerasan terhadap anak cenderung menurun meski tidak signifikan.

Dari data itu, organisasi tersebut melakukan serangkaian intervensi, salah satunya lewat program 'Forum Anak' untuk usia anak 12-18 tahun dan 'Kelompok Anak' untuk usia 6-11 tahun.

'Forum Anak' menjadi wadah untuk melatih kepemimpinan anak, life skill atau keterampilan hidup. Selain itu, memberi pelatihan supaya anak bisa mencegah kekerasan seksual dan menjadi edukator bagi teman-temannya dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi dan sebagainya.

Dari 17 kecamatan dan 122 desa di Kabupaten Bengkayang, setidaknya sudah ada 1 kecamatan dan 6 desa yang memiliki program 'Forum Anak'.

Sementara intervensi di lingkungan orang tua, terdapat program 'Pengasuhan dengan Cinta' dengan maksud agar orang tua meninggalkan cara-cara kekerasan dalam mendisiplinkan anak, dengan bekerja sama dengan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di masing-masing desa.

"Kemudian kita lakukan percepatan kepemilikan akta lahir. Kerja sama dengan Dukcapil, kita lakukan jemput bola ke lapangan," tambah Daniel.

Untuk level desa, ada pendampingan terhadap PATBM yang terdiri dari tokoh masyarakat, perangkat desa, hingga pemerhati anak. Tugas PATBM adalah untuk mengedukasi masyarakat terkait hak anak dan upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.

Jika terjadi kekerasan seksual, PATBM mendampingi korban dan keluarganya untuk melapor ke polisi. Sejauh ini, baru ada 4 PATBM yakni di Desa Suka Maju, Cipta Karya, Suka Bangun, dan Bhakti Mulya.

"Dari sisi kitanya kita fasilitasi mereka mengenai pengetahuan-pengetahuan tadi, tentang konvensi hak anak, UU Perlindungan Anak, kemudian pendampingan psikologi, kita latih juga sebagai paralegal karena di sini [Bengkayang] enggak ada LBH," jelas Daniel.



Langkah Progresif Pemerintah Desa

Desa Suka Maju menjadi satu dari dua desa di Kabupaten Bengkayang yang sudah mempunyai Peraturan Desa (Perdes) Perlindungan Anak.

Perdes Nomor 05 tahun 2017 itu mengatur peran dan tanggung jawab pemerintah desa, masyarakat, keluarga hingga orang tua dalam penyelenggaraan perlindungan dan pemenuhan hak anak di desa.

Kepala Desa Suka Maju, Markas, menuturkan pembahasan Perdes tersebut cukup panjang dan alot. Ia menilai perlindungan anak guna menjamin hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang sangat penting sehingga menjadi dorongan perwujudan aturan tersebut.

"Sosialisasi cukup panjang, alot. Namanya Perdes enggak mungkin hanya kita tulis kemudian di masyarakat terdapat penolakan, itu tidak kita inginkan. Pelan-pelan kita sosialisasi, pakai anggaran dana desa aja sudah 2 kali, secara informal lah ke pasar-pasar, cerita-cerita, ternyata banyak yang setuju terutama ibu-ibu," tutur dia.

Pasal 3 Perdes 05/2017 memuat prinsip-prinsip perlindungan anak yang meliputi nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, serta penghargaan terhadap pendapat anak-dasar partisipasi anak.

Selain itu, turut diatur sanksi adat dan sanksi administratif bagi pihak-pihak yang tidak menjalankan tanggung jawab dalam rangka melindungi anak.

Markas menekankan poin pemaksaan perkawinan anak.

Pemerintah Desa Suka Maju bertindak tegas dengan menolak mengurus administrasi anak yang dipaksa menikah.

"Banyak angka perkawinan anak, di tim ini buat semacam tugas pada mereka untuk mengecek supaya tahu di dusun-dusun kalau ada kejadian perkawinan anak, termasuk sudah wanti-wanti, orang tua sudah waspada, risiko sudah kami sampaikan apabila terjadi, pengurusan administrasi pernikahan anak kita akan tolak," ucap Markas.

"Sudah kita berlakukan ini tiga tahun lalu, jika mereka mau melahirkan, mau buat KK mereka enggak bisa," sambungnya.

Markas menjelaskan kasus kekerasan seksual terhadap anak masuk ke dalam kategori kejahatan paling berat. Selain hukum positif, pelaku juga bakal dikenai hukum adat.

"Ada hukum adatnya, lebih berat. Kalau rincian (hukuman)-nya banyak. Ketua adat yang mengerti," ungkap Markas.

(vws)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER