Siang itu, Minah sedang duduk di teras usai membersihkan rumahnya yang terletak di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten. Tangan Minah tak pernah bisa diam meski tubuhnya sedang bersantai menikmati semilir angin.
Ia terus menggaruk kedua kakinya hingga terlihat warna kemerahan dan beberapa bagian kulit yang terkelupas. Aktivitas tersebut dilakukan oleh Minah tanpa ia sadari. Musababnya, kaki Minah merasakan gatal yang tidak berkesudahan setelah 3 bulan lamanya terendam banjir.
"Gatel banget, soalnya terus-terusan terendam air banjir kan. Jadinya enggak hilang-hilang gatel-nya," tutur Minah ketika ditemui di rumahnya, Rabu (9/3) siang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Genangan air setinggi 5-10 sentimeter masih menghiasi wilayah pemukiman yang kerap disebut Kampung Gaga Wetan. Tidak sedikit pula warga yang nampak sedang berbenah, membersihkan sisa-sisa air yang sempat masuk ke dalam rumah.
Lihat Juga : |
Meski begitu, Minah mengatakan kondisi genangan air hari itu sudah jauh lebih rendah ketimbang minggu-minggu sebelumnya. Minah ingat betul ketika ketinggian banjir mencapai 30-50 sentimeter, dirinya tidak bisa berleha-leha seperti saat ini.
"Ini mah sudah lebih surut. Kemarin-kemarin itu banjirnya sampai sebetis, kalau lagi tinggi malah bisa selutut kerendemnya," ujarnya.
Walaupun tinggal di wilayah pesisir pantai, Minah mengaku tidak pernah punya pengalaman menghadapi banjir sebelumnya. Selama 45 tahun tinggal dan tumbuh besar di Kampung Gaga, baru kali ini ia menghadapi bencana banjir.
Belum lagi pengalaman pertama banjir tersebut harus ia rasakan selama tiga bulan berturut-turut, sejak Desember 2021 sampai awal Maret 2022. Keresahan yang sama juga dirasakan oleh Mak Iben (65).
Tidak pernah terlintas sedikitpun lahan ilalang yang berada di dekat rumahnya kini sudah terendam air seperti empang. Rerumputan di area lapang yang kerap ia gunakan untuk memberi makan ternak kini sudah tidak banyak tersisa.
Lihat Juga :![]() LIPUTAN KHUSUS Was-was Warga Jakarta di Seberang Pulau Reklamasi |
Begitupun dengan hewan-hewan ternak yang ia miliki. Mak Iben bercerita, banjir yang baru seminggu surut itu juga membawa pergi sebagian besar ternak miliknya.
Dari total 10 ekor kambing dan bebek yang ia punya, saat ini hanya tersisa 2 ekor kambing dan 5 ekor bebek di kandang dekat rumahnya.
Kematian ternak-ternak itu, kata dia, bukannya tanpa alasan. Tak seperti perabotan yang bisa diungsikan ketika banjir melanda, tidak banyak upaya yang bisa dilakukan Mak Iben untuk menyelamatkan ternaknya. Sebab, tidak ada tempat lain yang bisa dijadikan pengungsian untuk ternaknya.
Ia terpaksa membiarkan hewan ternaknya untuk hidup berdampingan dengan air banjir tersebut. Akibatnya, kebanyakan hewan ternak harus mengalami kelelahan dan kedinginan hingga berujung maut.
"Sedih kalau diceritain mah, tapi ya mau gimana lagi. Mau minta ganti rugi ke siapa juga kalau begini. Sekarang cuma bisa berharap enggak ada banjir-banjir lagi, biar sisanya masih bisa tetep hidup," tuturnya.
Sanusi, Ketua RT 01/RW 03 Kampung Gaga Wetan mencatat setidaknya terdapat 41 rumah yang dihuni oleh 65 kepala keluarga (KK) yang terdampak oleh banjir tersebut. Ia mengamini bahwasanya banjir itu memang erat kaitannya dengan proyek pembangunan PIK 2 yang terletak tidak jauh dari Kampung Gaga.
Ia mengatakan sudah tidak ada lagi saluran air yang berfungsi untuk membawa air hujan menuju laut. Menurut Sanusi, saluran tersebut saat ini sudah tertutup pembangunan proyek perumahan yang terus dikebut.
Kondisi tersebut, kata Sanusi, kian diperparah dengan langkah pihak pengembang yang menguruk atau meninggikan kawasan di sekitar pemukiman warga. Hal itulah yang kemudian membuat situasi Kampung Gaga seperti cekungan dan justru menampung air dari wilayah sekitar.
"Masuk musim hujan, airnya enggak ketampung karena saluran airnya sudah enggak ada, ketutup proyek. Akhirnya air enggak bisa gerak kemana-mana," jelasnya.
Lihat Juga : |
Sanusi mengatakan banjir berkepanjangan tersebut juga menimbulkan kerugian materil bagi warga setempat. Selain perabotan elektronik, bangunan rumah warga seperti keramik, dinding dan pagar juga rusak terhempas banjir.
"Semuanya pada rusak. Lah orang kerendem berapa bulan, gimana gak rusak. Itu keramik pecah-pecah, dinding retak, pagar rumah bahkan ada yang sampe jatoh," ujarnya.
"Penyebabnya ya itu tadi, karena ada proses pembangunan perumahan. Kali-kali kecilnya jadi gak ada lagi," sambungnya.
CNNIndonesia.com sudah berupaya menghubungi pihak PT Agung Sedayu Group terkait dugaan penyebab banjir tersebut. Namun hingga berita ini diterbitkan belum ada respon yang diberikan.
"Pembangunan PIK 2 Jadi Momok, di halaman selanjutnya..."