Keterangan sejumlah saksi mengungkapkan Kolonel Infanteri Priyanto sebagai pelaku dominan dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap sejoli Handi dan Salsabila di Nagreg, Jawa Barat.
Fakta-fakta ini terungkap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur, Selasa (15/3). Berikut sejumlah fakta yang dirangkum CNNINdonesia.com.
Dalam persidangan, sopir Kolonel Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko mengungkapkan atasannya menolak membawa Handi dan Salsa ke puskesmas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andreas mengungkapkan ketika mobil sudah berjalan sekitar satu kilometer dari lokasi kecelakaan, Andreas mengaku mengantuk. Kolonel Priyanto kemudian mengambil alih kemudi darinya.
"Kenapa diganti (terdakwa), kenapa bukan (sopir) cadangan?" ujar Ketua Majelis Hakim Ketua, Selasa (15/3).
"Saya diperintah sama beliau, jadi saya turun, jadi beliau yang ambil kemudi," jawab Andreas.
Lihat Juga : |
Di bawah kendali Kolonel Priyanto mobil itu terus melaju dan tidak berhenti di puskesmas. Andreas memohon atasannya agar berputar balik ke puskesmas, namun ditolak Kolonel Priyanto.
Andreas terus meminta agar Handi dan Salsa dibawa ke puskesmas. Ia yakin sejoli itu akan dicari orang dan khawatir suatu hari dirinya akan terjerat masalah.
Namun, Kolonel Priyanto justru meminta Andreas diam. Ia meminta agar sebagai prajurit, Andreas tak cengeng.
"Sudah diam, ikuti saya!," kata Andreas menirukan Kolonel Priyanto.
Lihat Juga : |
Saat meyakinkan Andreas untuk mengikuti perbuatannya, Kolonel Priyanto mengklaim pernah mengebom rumah orang.
Kolonel Priyanto pun mengatakan mobil tersebut menuju suatu sungai di daerah Jawa Tengah.
"Kamu enggak usah cengeng, saya sudah pernah mengebom (rumah) tidak ketahuan," lanjut Andreas mengutip atasannya.
Duduk di bangku samping sopir, Andreas kemudian melihat Kolonel Priyanto menggunakan aplikasi Google Maps dan mencari sungai.
Dalam perjalanan itu, mobil yang dikendarai Kolonel Priyanto sempat tersesat masuk perkampungan. Mereka lalu kembali ke jalan raya, mendatangi satu jembatan besar namun urung membuang, dan akhirnya kembali.
Mobil Kolonel Priyanto berhenti di sebuah jembatan sekitar pukul 22.00 WIB. Dengan penerangan lampu kecil, mereka membuang Handi dan Salsa.
Andreas pun mengaku mendengar debur suara air sesaat setelah tubuh sejoli itu dilempar dari jembatan.
"Kenapa kamu tidak menolak?" tanya Hakim Ketua.
"Siap, sudah pasrah," jawab Andreas.
Setelah Kolonel Priyanto tiba di Yogyakarta, ia meminta Andreas mengganti warna cat mobilnya. Andreas menduga hal itu dilakukan agar aksi mereka tak ketahuan.
Kolonel Priyanto memberikan uang sebesar Rp6 juta. Namun, pengecatan mobil itu belum terlaksana, mereka ditangkap.
"Saya diperintahkan untuk mengubah warna mobil, diberi biaya Rp6 juta. Mungkin supaya tidak ketahuan," kata Andreas.
Sementara itu, sejumlah saksi di lokasi kecelakaan di Nagreg menyatakan Handi masih hidup saat hendak dibawa ke dalam mobil Kolonel Priyanto.
Hal ini diungkapkan guru honorer di lokasi kejadian, Shohibul Iman; orang yang sedang memuat barang di warung kelontong, Subhan; dan pemilik warung kelontong, Teten Subhan.
(iam/fra)