Melihat fenomena penipuan trading yang melibatkan sosok yang diklaim crazy rich, Chudy menilai justru pemerintah yang kecolongan terkait maraknya aplikasi investasi ilegal tersebut.
"Iya, saya kira begini, ini kan waktu itu orang bilang kenapa Bappebti [Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi] diam saja, Bappebti bilang itu bukan anggota mereka dan itu bukan fitur trading. Nah, lain OJK, OJK enggak bisa bertindak karena mekanisme itu bukan investasi yang dimaksud oleh UU OJK," ucap Chudry.
"Nah, jadi ini ada kekosongan hukum," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, menurutnya polisi haruslah bekerja ekstra keras agar kasus dugaan penipuan investasi ilegal diusut dengan tuntas hingga menemukan dan memproses hukum aktor intelektual. Polisi, terang dia, bisa menjadikan tersangka sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator (JC) untuk mengungkap pelaku lainnya.
Sebagai informasi, status JC memungkinkan seorang terpidana mendapat berbagai keringanan dalam hal masa hukumannya. Misalnya, remisi. Syaratnya, terutama, sang terpidana bukanlah pelaku utama kejahatan terorganisasi.
"Polisi bisa semacam negosiasi sama tersangka, 'Oke lah kamu kasih tahu siapa di belakang kamu, nanti tuntutan kamu diringankan, tetapi dengan syarat siapa nih yang bandarin'. Jadi, dia sebagai JC," kata Chudry.
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, menilai polisi harus mengusut tindak pidana pencucian uang (TPPU) di balik kasus dugaan penipuan investasi berkedok judi online.
Menurut dia, kejahatan yang menghasilkan keuntungan banyak bagi seseorang pasti diikuti dengan pencucian uang.
"Menurut saya karena jumlah [keuntungannya] cukup besar, cuci uangnya pasti ada. Enggak mungkin dimakan sendiri," ungkap Yunus kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Dalam aturan hukum positif di Indonesia, ujar dia, perlindungan bagi konsumen masih belum memadai di tengah perkembangan teknologi yang cukup pesat.
"Data pribadi saja yang masih berproses di DPR belum selesai, apalagi ini yang bersifat online-online seperti Binomo, aturan perlindungan masih sangat kurang. Tidak ada UU yang mengatur model itu. UU Perlindungan Konsumen tahun 1999 sudah ketinggalan zaman," kata Yunus yang juga merupakan ahli perbankan tersebut.