Jakarta, CNN Indonesia --
Pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri soal kelangkaan minyak goreng berbuntut panjang. Dalam pernyataannya, Mega mengkritik kreativitas ibu-ibu dalam memasak karena terlalu mengandalkan minyak goreng.
Megawati heran ibu-ibu rela mengantre minyak goreng, ketimbang mengubah cara mengolah masakan dengan merebus. Menurutnya, merebus lebih berguna bagi kesehatan ketimbang terus menerus menggunakan minyak dalam membuat olahan masakan.
"Saya itu sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu rebutannya?" kata Megawati dalam sebuah webinar, Kamis (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sikap Megawati ini pun mendapat kritik luas dari masyarakat. Ia maupun PDIP dianggap tak pantas lagi mengklaim sebagai wakil 'wong cilik' karena komentarnya tersebut.
Direktur Eksekutif lembaga survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo menilai Megawati tak sensitif dengan kondisi masyarakat di akar rumput lewat pertanyaan tersebut. Menurutnya, Megawati perlu mengevaluasi pernyataannya tersebut.
"Ini menurut saya ini harus jadi evaluasi penting bagi elite politik kita dalam berkomunikasi atau menyampaikan statement ke publik," kata Kunto kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/3).
Meski begitu, Kunto ragu pernyataan Megawati itu akan mempengaruhi elektabilitas atau partainya di 2024. Menurutnya, pemuja atau loyalis Megawati tidak peduli apapun yang dilakukan tokoh idolanya, sekalipun salah.
Problemnya, kata Kunto, kegaduhan di media sosial tak menunjukkan bahwa mereka adalah para loyalis Megawati atau PDIP. Ia justru curiga mereka yang gaduh justru bukan pemilih PDIP.
"Atau bahkan yang mereka sudah enggak peduli lagi, enggak mungkin milih PDIP apapun alasannya. Jadi peta itu harus ada dulu ketika melihat apa yang terjadi di media sosial," katanya.
Menurut Kunto, pernyataan Megawati tersebut memang akan berpengaruh buruk, namun kecil dampaknya langsung menurunkan elektabilitas PDIP. Ia meyakini masyarakat akan lupa dengan pernyataan Megawati soal minyak goreng saat ini.
"Bu Mega ngomong apa di 2022 mereka sudah lupa mungkin ada dinamika politik lain yang menjadi isu sentral ketika mereka masuk ke bilik suara," ujar pengajar ilmu komunikasi Universitas Padjajaran itu.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Sementara itu, dosen politik Universitas Paramadina, Arif Susanto tak menampik potensi kegaduhan dalam jangka waktu panjang akibat pernyataan Megawati.
Ketimbang isu-isu yang menyangkut hukum seperti korupsi, Arif menilai isu sosial akan lebih berpengaruh di masyarakat.
Namun, kata Arif, masalah-masalah sosial hingga kini belum menjadi kekuatan politik untuk menghukum pihak yang bertanggung jawab dalam kasus itu. Arif meyakini pernyataan Megawati soal kelangkaan minyak goreng juga tak akan berpengaruh banyak bagi dirinya maupun PDIP.
Di satu sisi, publik selama ini terlalu banyak disuguhi isu-isu politik, yang menyebabkan memori kolektif publik semakin pendek. Di sisi lain, dalam dua tahun ke depan masih memungkinkan munculnya isu-isu kontroversial lain.
"Jadi saya tidak yakin misalnya pernyataan Megawati akan memukul perolehan PDIP," kata Arif.
Arif mengamini pernyatan Kunto soal fanatisme masyarakat yang kadang mencapai level tak masuk akal.
Ia mencontohkan pembelahan dalam dua edisi pemilu presiden yang melibatkan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto. Menurutnya, sebagian masyarakat masih membawa konflik tersebut hingga kini, kendati keduanya telah duduk di satu pemerintahan.
Selain itu, kata Arif, ekspetasi kepuasan masyarakat terhadap pemerintah juga rendah. Padahal jika lebih jeli, banyak kinerja pemerintah yang mesti dikoreksi. Ia pun heran hal itu tak berpengaruh langsung kepada tingkat kepuasan masyarakat.
"Jangan-jangan ketersediaan minyak goreng sudah cukup bagi masyarakat. Jadi mereka tidak menuntut hal yang lebih substantif, misalnya tata niaga yang fair atau bahan pangan lain," ujarnya.
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengkritik ibu-ibu yang mengantre membeli minyak goreng di tengah kelangkaan. Ia mempertanyakan apakah ibu-ibu di Indonesia hanya mengetahui cara memasak dengan menggoreng.
"Saya tuh sampai ngelus dada, bukan urusan masalah enggak ada atau mahalnya minyak goreng. Saya itu sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu rebutannya?" kata Megawati dalam webinar 'Mencegah Stunting untuk Generasi Emas' yang digelar Tribunnews, Kamis (17/3).
Menurutnya, situasi antrean hingga rebutan untuk mendapatkan minyak goreng itu memperlihatkan seolah tidak ada cara masak lain dalam mengelola bahan makanan, seperti merebus hingga mengukus.
"Apa tidak ada cara untuk merebus, lalu mengukus atau seperti rujak?" ujarnya.