Ketua KPK Ungkap Sosok 'Menteri Penambang' Terkait Batu Bara
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menyinggung 'menteri penambang' saat berbicara masalah kelangkaan batu bara pada beberapa bulan lalu. Ia mengatakan telah menghubungi sejumlah menteri di pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk membicarakan masalah tersebut.
Hal itu disampaikan Firli saat menjadi pembicara dalam agenda 'Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Bali Tahun 2022', Jumat (18/3).
"Saya telepon beberapa Menko dan para menteri yang membidangi ESDM. Saya sampaikan apa yang keliru, Indonesia memiliki batu bara yang berlimpah tapi kenapa PLN timbul persoalan keterbatasan dan kelangkaan batu bara. Setelah kami bedah, ternyata ada pengusaha yang tidak patuh dengan perintah pemerintah," ujar Firli dikutip Senin (21/3).
Kebijakan pemerintah yang dimaksud Firli adalah terkait dengan kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
"Saya bilang sama Menteri ESDM [Arifin Tasrif], saya tahu penambangnya siapa, bahkan ada yang jadi menteri penambang, saya bukan penambang, tertibkan, cabut izinnya. Saya bilang itu. Yang tidak tunduk dengan perintah pemerintah dan Undang-undang, cabut izinnya," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Firli turut menyinggung kelangkaan minyak goreng. Ia mengklaim sudah mengundang rapat para menteri, termasuk Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk menyelesaikan permasalahan yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut.
"Begitu juga minyak goreng. Sawit itu terbesar di Indonesia. Makanya kemarin 9 Maret saya mohon maaf saya ajak rapat Menko Ekonomi, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Direktur Utama Bulog, Kepala Badan Pangan Nasional, saya bilang sama pak Airlangga saya rapat masalah minyak goreng ini," ujarnya.
Firli mengklaim telah memberi solusi untuk membangun sistem nasional neraca komoditas dalam rapat tersebut.
"Waktu itu ada beberapa opsi yang saya sampaikan, saya bilang, satu, kita bangun sistem nasional neraca komoditas sehingga kita tahu berapa produk kita, berapa kebutuhan kita, kalau kurang berarti impor, kalau impor siapa pengimpornya, setelah impor, masuk ke Indonesia, apakah digunakan untuk industri atau konsumsi masyarakat, semua terbuka. Harga harus dikendalikan," katanya.
Lihat Juga : |