Saat hari terang dan matahari bercahaya, rumah Sri Pujiastuti, 53 tahun, warga RT03 Pondok Gede Permai (PGP), Kota Bekasi, tampak biasa saja. Di lantai dua rumah itu, Puji, nama panggilan tuan rumah, tinggal bersama suami dan seorang anak yang masih remaja.
"Lantai bawah kosong, sengaja kita kosongkan semua. Kalau banjir nggak capek lagi angkat barang, mindahin ke atas. Setres kalau sering begitu," kata Puji bercerita tentang 'rumah panggung dadakan'-nya di Bekasi, Jawa Barat.
Keluarga Puji adalah satu dari 423 kepala keluarga yang menetap di PGP. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir mereka terus-menerus dihajar banjir karena lokasi bersanding langsung dengan aliran Kali Bekasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kali ini adalah sungai sepanjang sekitar 33 kilometer yang mengular dari Jatiasih di perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.
Kali Bekasi merupakan badan pertemuan dua sungai: Cikeas dan Cileungsi. Keduanya bersumber jauh di dalam wilayah Bogor, tepatnya di Babakan Madang dan Gunung Geulis. Pertemuan Sungai Ciluengsi dan Cikeas ini (dikenal dengan titik P2C) dilanjutkan oleh Kali Bekasi berakhir di laut lewat Muara Gembong di Bekasi Utara.
Di sekitar P2C ini terdapat sejumlah perumahan padat penduduk yang kini disandera banjir musiman. Selain PGP, ada perumahan Vila Nusa Indah (VNI) I dan II, Villa Jatirasa, Kemang IFI, Jatiasih Indah PPA, Pondok Mitra lestari, Vila Mahkota Pesona, dan Puri Nusaphala.
Jika mengurut aliran air, jalur banjir akan sampai perumahan Kemang Pratama dan berbagai perumahan lain di Kota Bekasi. Sebagian masuk wilayah Desa Bojongkulur Kabupaten Bogor, sebagian lagi masuk Desa Jatiasih yang merupakan wilayah Kota Bekasi.
Melihat posisi perumahan yang sebagian berada sangat dekat dengan bibir sungai, tak jelas bagaimana penegakan aturan tata ruang yang berlaku, sehingga pada tahun '90an wilayah ini dimanfaatkan pengembang sebagai lokasi hunian.
Tak sampai 10 tahun kemudian kualitas sungai jauh mendangkal. Ditambah dengan cuaca ekstrem akibat perubahan iklimm tak heran jika banjir menjadi langganan warga.
"Saya mulai menjabat tahun 2014, rerata terjadi banjir 3-5 kali setahun dengan ketinggian bervariasi, mulai 50 cm sampai empat meter," kata Kades Bojong Kulur, Firman Riansyah.
Di wilayahnya saja, Firman mengatakan ada sedikitnya tiga ribu keluarga terdampak, dengan populasi total sekitar 12 ribu jiwa.
Sementara menurut Komunitas Peduli Cikeas-Cileungsi (KP2C) yang memperjuangkan normalisasi Kali Bekasi, terdapat 30 perubahan sepanjang aliran sungai ini hingga Muara Gembong, dengan populasi sekitar 60 ribu jiwa.
Dalam setahun banjir bisa terjadi 5-6 kali tergantung pada curah hujan di Bogor dan Bekasi.
![]() |
Saat mula-mula tinggal di PGP, warga umumnya tak menyadari konsekuensi punya rumah pada lokasi yang nyaris bersinggungan langsung dengan bibir kali.
"Kami pindah tahun 2016. Kebetulan sedang butuh rumah. Nah, ini kok ada rumah murah luasnya lumayan. Setelah kita selesai DP dan transaksi, baru dengar katanya di sini suka kebanjiran," Sri Pujiastuti bercerita dengan masygul.
Benar saja. Baru sebulan menempati rumah baru, banjir merendam setinggi langit-langit rumah.
"Ya Allah, belum pernah kebanjiran seumur-umur tiba-tiba kebanjiran sampai plafon rumah. Itu namanya panik, sedih, takut. Barang saya habis semua di lantai satu, padahal baru dirapikan karena dipakai untuk tempat kumpul keluarga besar. Nangis saya."
Berikutnya Puji menjadi lebih 'tegar' karena banjir sering kali datang, kadang tanpa peringatan apa-apa. Dengan posisi rumah yang persis bersisian dengan tanggul Kali Bekasi, ia sering dipaksa jadi penerima 'banjir kiriman' asal Bogor.
Tanpa hujan dan bahkan dalam kondisi panas terik pun air bisa menyerbu masuk rumah. Fenomena banjir kiriman ini sudah dirasakan warga setidaknya sejak awal tahun 2000.
"Kami pindah ke Villa Nusa Indah (VNI) II Oktober 2004. Baru tiga bulan sudah kebanjiran. Tidak ada hujan tidak ada angin, lha kok air tahu-tahu masuk rumah. Masyaallah waktu itu kaget dan heran," kata Puarman, eks warga VNI menceritakan pengalaman banjir pertamanya.
Harta-benda, perabot, kendaraan, elektronik, bahkan dokumen basah dan rusak. Kejadian ini kemudian terulang berkali-kali.
Akhirnya pada 2010 Puarman memboyong keluarganya pindah ke Perumahan Bumi Mutiara yang lokasinya tak terlalu jauh dari VNI, tetapi bebas banjir. Mereka beruntung sanggup mengongkosi kepindahan. Sebagian besar warga korban banjir, terpaksa tinggal karena tak punya cukup biaya.
"Warga saya kebanyakan sudah pensiun, pendapatan menengah ke bawah, jadi bukan orang berada. Untuk pindah kan berarti harus ada modal, mestinya dengan jual rumah yang sekarang. Nah kalau lokasi banjir gini, siapa yang mau beli?" kata Saikhu Muhammad, Ketua RW 08 di PGP.
Mayoritas warga pun terpaksa menerima hidup dikepung banjir tiap musim.
Puji dan keluarganya merasakan betul situasi sulit ini. Rata-rata warga yang masih aktif bekerja punya beban membiayai pendidikan anak. Sementara kelompok pensiunan, rata-rata tak punya banyak kemampuan menyediakan uang untuk beli atau sewa rumah baru.
Parahnya, lokasi rumah Puji yang langsung berpunggungan dengan bibir sungai membuat rumahnya selalu kemasukan luberan air, jika air tak dapat ditahan tanggul. Selain Puji, warga RT 01, 02, dan 03 di PGP juga menanggung masalah yang serupa.
"Banjir sebetis, sepinggang, semata kaki itu mah biasa. Rumah lain belum kebanjiran, kita sudah duluan. Rumah lain sudah kering, kita masih kerendem. Habis gimana lagi, cuma ini rumah kita," katanya.
Puncaknya adalah banjir besar 2020 yang dirasakan puluhan komplek perumahan di Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi, termasuk yang selama ini relatif jarang diserbu banjir.
Kondisi warga terdekat tanggul jelas menderita lebih parah lagi.
"Saya udah banyak-banyakin baca istighfar. Sudah takut nggak ada umur lagi. Ya Allah kaki gemetaran lihat arus air begitu besarnya. Air sampai setinggi 1,2 meter di rumah saya. Padahal itu di lantai 2!" Puji bercerita dengan emosional.
Keluarganya selamat karena mengungsi naik ke atap rumah. Banyak tetangga melakukan hal yang sama. Mereka tinggal di atap selama lebih dari 24 jam dan bertahan dengan minum air yang disimpan di torrent. Jangan tanya soal kerugian harta-benda.
"Lapisan lumpurnya sampai 30 cm. Itu di lantai 2 lho! Di lantai satu lumpurnya sampai sepaha orang dewasa. Kotor dan berbau. Barang-barang mah sudah lah. Kita buang kasur empat buah, belum perabot dan elektronik. Habis semua," kata Puji.
Irna Sriwijayanti yang tinggal di Vila Nusa Indah II dan jarang terimbas banjir turut merasakan serangan air. Karena tak menduga banjir sampai ke lingkungan yang biasanya aman, warga tak sempat bersiap-siap.
"Dua mobil terendam, motor juga. Semua dokumen termasuk sertifikat, SK kerja, semua foto dan album kenangan. Sofa, kasur, Notebook, semua deh. Saya tidak punya lagi dokumentasi dari perkawinan dan foto anak-anak bayi, habis semua," ceritanya sedih.
Selain mendera perumahan di sepanjang Kali Bekasi, banjir merangsek sampai jauh. BNPB melaporkan banjir Januari 2020 ini Bekasi (di Kabupaten maupun Kota) adalah titik banjir terluas nasional.
BNPB Bekasi mengidentifikasi sedikitnya 10 kecamatan terdampak di Kota Bekasi, sementara di Kabupaten Bekasi ada 11 kecamatan terimbas, dengan korban meninggal dunia mencapai 10 orang.
Menurut BNPB banjir awal 2020 adalah yang terburuk yang pernah terjadi di kawasan Metropolitan Jakarta.
Lagi-lagi muncul berbagai pemberitaan tentang program reklamasi dan normalisasi sungai. PUPR melaporkan salah satu program, yakni normalisasi Kali Bekasi sudah berjalan 32% sementara program lain belum dimulai.
Tak ayal pertengahan Februari 2022, kawasan P2C kembali kebanjiran cukup parah.
"Kok tega sekali membiarkan warga jadi bulan-bulan banjir terus padahal sudah bertahun-tahun. Sampai kita lupa kita ini tinggal di provinsi mana saking nyaris tidak terdengar uluran solusinya," tukas Puarman kesal.
KP2C mendesak pemerintah pusat melalui Balai Besar Sungai Ciliwung-Cisadane yang berada di bawah Kementrian PUPR segera berembug dengan pemerintah daerah termasuk Kota Bekasi, Kab Bogor dan Gubernur Jawa Barat.
Lepas banjir, KP2C menggelar petisi menuntut Presiden RI memerintahkan percepatan normalisasi Kali Cileungsi dan Cikeas. Petisi itu hingga kini telah ditandatangani hampir 8500 orang.
(vws)