Hari itu, matahari bersinar terik. Dikki yang mengenakan jaket berwarna hijau dan helm menoleh ke kanan dan kiri mencari alamat yang ditujunya, sebuah bangunan Masjid Al Ikhlas.
Peluh mulai menetes di dahinya. Dikki kemudian memutuskan nomor ponsel pengirim paket.
"Tuut, tuut, tuut," terdengar bunyi sambungan telepon.
"Halo, Pak?" ujar suara di seberang telepon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah di depan masjid," kata Dikki.
Dikki adalah pria berusia 31 tahun asal Subang, Jawa Barat. Ia telah menjalani profesi sebagai kurir sejak 2018. Artinya, sudah sekitar empat tahun ia mengaspal untuk menjemput dan mengantar paket.
Dikki bercerita, ia pernah hampir terseret kasus penipuan akibat ulah seorang pelanggan. Pelanggan tersebut membeli sejumlah barang mewah dengan kartu kredit curian.
Karena tidak tahu-menahu soal hal itu, ia pun mengambil pesanan tersebut dan mengantarkannya ke lokasi penerima.
"Jadi dia beli-beli barang asal gesek-gesek saja. Dia beli emas, logam mulia, atau apa gitu dari Depok. Saya ambil barang dari situ, saya antar ke daerah Pemda Cibinong," tuturnya saat ditemui CNNIndonesia.com, Kamis (21/4).
Namun, lanjut Dikki, setelah hampir sampai ke lokasi penerima, ia dihubungi bank kartu kredit. Ia pun memutuskan mengembalikan barang-barang tersebut.
"Setelah hampir sampai, saya ditelepon sama pihak CC-nya. Dia minta tolong gitu, minta tolong untuk dibantu Pak, minta tolong untuk dibantu dibatalkan, soalnya ini bukan kartu kredit dia," ucapnya.
Dikki mengaku sempat dimarahi oleh penerima, tapi ia tak mau berurusan dengan polisi. Menurutnya, kejujuran merupakan hal yang utama dalam situasi seperti itu.
Selama empat tahun ini, dia juga bercerita pernah mendapatkan pesanan pengantaran yang cukup jauh dari lokasinya di Depok. Dikki menuturkan, pernah mendapatkan pesanan ke Cibitung Bekasi, dengan jarak 50 kilometer.
Tak mau menolak rezeki, Dikki menerima pesanan itu. Ia pun menempuh perjalanan lebih dari dua jam untuk mengantarkan barang ke pelanggan.
"Saya lupa tarifnya berapa. Gede juga lumayan waktu itu," ucapnya tertawa sambil mengingat kejadian hari itu.
Namun, mantan pegawai swasta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) itu mengaku nyaman bekerja sebagai kurir. Menurut Dikki, pekerjaannya ini telah membantunya menyambung hidup.
Saat ditanya mengenai pesanan menjelang Lebaran, Dikki mengaku menerima pesanan lebih banyak daripada hari-hari biasa. Ia pun berupaya mengatur agar tetap bekerja delapan jam sehari.
"Saya sih kalau jam kerjanya, kan delapan jam kerja normalnya per hari. Mulai pukul 07.00 pagi, pulang sekitar pukul 15.30 atau 16.00. Setiap hari dari sebelum Ramadan sampai sekarang," katanya.
Menurut Dikki, melihat dari pesanan yang masuk, situasi saat ini sudah mulai membaik. Dikki mengatakan, saat awal pandemi Covid-19 dua tahun lalu, dirinya menunggu-nunggu pesanan hingga 12 jam, tapi hasilnya tak seberapa. Ia bercerita, pernah hanya mendapatkan lima pesanan dalam sehari.
"Jadi kebanyakan nongkrong-nya. Orderan susah. Mau masuk [orderan] bagaimana, orang pada takut pandemi begini. Nah setelah pandemi [melandai], Alhamdulillah normal. Enggak anjlok-anjlok banget. Alhamdulillah. Saya bilang tadi, [dapat] UMR Jakarta," ujar dia.
Namun, menurut dia, meski Hari Raya Idulfitri sebentar lagi, tapi tidak ada insentif yang memadai bagi para kurir. Dikki mengatakan, tidak ada perbedaan insentif antara hari biasa dengan hari sibuk seperti jelang Lebaran.
Ia mengungkapkan, perusahaan hanya menawarkan insentif senilai Rp20 ribu jika kurir bisa mengumpulkan 900 poin dalam waktu empat jam mulai pukul 16.00-20.00 WIB.
"Kan kita satu kali tarikan 150 poin. Tinggal dikalikan aja itu berapa trip, berapa orderan, supaya sampai 900 poin dapat Rp20 ribu. Menyedihkan. Kalau saya sih enggak ambil gituan," akunya.