Warga Wae Sano NTT Desak Bank Dunia Setop Danai Proyek Geothermal

CNN Indonesia
Rabu, 11 Mei 2022 00:11 WIB
Masyarakat Adat Wae Sano di Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT mendesak Bank Dunia untuk menghentikan pendanaan proyek geothermal. Ilustrasi. (Foto: Windratie).
Labuan Bajo, CNN Indonesia --

Masyarakat Adat Wae Sano di Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT mendesak Bank Dunia untuk menghentikan pendanaan terhadap proyek geothermal di wilayah itu.

Pasalnya, proyek yang dikerjakan oleh PT Geodipa Energi itu dikhawatirkan mengancam hidup dan keutuhan ruang hidup mereka.

"Pada kesempatan ini kami hendak sekali lagi dan dengan tegas menyatakan bahwa kami menolak pengeboran panas bumi di wilayah ruang hidup kami di Wae Sano dan mendesak Bank Dunia untuk membatalkan dukungan dana terhadap proyek ini," kata Yosef Erwin Rahmat, salah satu tokoh masyarakat adat Wae Sano di hadapan delegasi Bank Dunia yang mengunjungi warga Wae Sano, Senin (9/5).

Delegasi Bank Dunia terdiri dari empat orang, di antaranya ialah Satoshi berkewarganegaraan Jepang dan Senior External Affairs Officer Lestari Boediono serta dua lainnya.

Keempatnya didampingi oleh Staf Kantor Staf Presiden [KSP] Yando Zakaria; perwakilan PT Geodipa Energi, John Situmorang dan perwakilan Tim Komite Bersama, Geri Minus. Tim Komite Bersama ini merupakan bentukan pemerintah, perusahaan dan Keuskupan Ruteng untuk menyelesaikan konflik sosial dan meloloskan proyek tersebut.

Kunjungan ini merupakan tanggapan atas surat penolakan yang telah dikirim warga pada Februari 2020. Pada tahun yang sama, karena alasan pandemi covid-19, Bank Dunia sempat menawarkan untuk mengadakan pertemuan secara daring melalui zoom meeting.

Namun warga tidak setuju dan meminta Bank Dunia untuk secara langsung ke kampung mereka.

Yosef menegaskan, alasan mendasar dari penolakan mereka karena tik-titik pengeboran yang sudah ditetapkan berada di tengah-tengah ruang hidup mereka. Meski perusahaan mengubah prioritas pengerjaan dari titik pengeboran [well pad] B di Kampung Nunang ke well pad A di Kampung Dasak, tetapi warga tetap menolak.

Menurut Yosef, mereka tidak mempersoalkan pemindahan titik. Tetapi karena titik-titik pengeboran itu berada di ruang hidup mereka.

"Yang kami maksudkan dengan ruang hidup adalah kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan antara pemukiman (golo lonto, mbaru kaeng, natas labar), kebun pencaharian (umat duat), sumber air (wae teku), pusat kehidupan adat (compang takung, mbaru gendang), kuburan leluhur (lepah boak) dan hutan (puar) dan danau (sano)," katanya.

"Sebab itu, kami menolak semua titik pengeboran yang sudah ditetapkan baik Kampung Lempe, Nunang maupun Dasak," tegasnya.

Lebih lanjut, jelas Yosep, masyarakat adat Wae Sano mengetahui bahwa Bank Dunia terikat oleh prinsip "Persetujuan Tanpa Paksaan berdasarkan Informasi yang Lengkap Sebelumnya" atau Free, Prior and Informed Consect. Yosef pun berharap, Bank Dunia menaati prinsip yang telah mereka buat sendiri.

"Kalau betul-betul patuh pada panduan yang ada pada mereka yakni FPIC saya rasa Bank Dunia tinggal hanya memutuskan untuk setop mendanai kegiatan eksplorasi geothermal Wae sSano. Tetapi, ketika Bank Dunia masih memberikan ruang untuk mendanai geothermal Wae Sano, dan kegiatan yang dilakukan PT Geodipa atau PT manapun, itu berarti Bank Dunia tidak konsisten," katanya.

Senior Eskternal Affair Officer Bank Dunia Indonesia Lestari Boediono menyatakan bahwa kehadiran mereka ke Wae Sano sebagai bentuk penghargaan mereka terhadap undangan warga dan mendengar secara langsung masukan-masukan dari warga.

"Kami menghargai sekali sehingga kami dapat hadir pada hari ini untuk bertemu dengan warga dan ini dan juga untuk bisa mendengar secara langsung diskusi yang konstruktif mengenai masukan dari para masyarakat mengenai project geothermal," katanya.

Sementara itu, Satoshi, salah satu perwakilan lain dari Bank Dunia mengaku mengerti dan memahami keresahan warga. Namun, pihaknya belum bisa memutuskan apakah tetap atau membatalkan pendanaan terhadap proyek tersebut.

Menurutnya, masalah serupa seperti yang dialami warga Wae Sano juga terjadi pada proyek-proyek yang dibiayai Bank Dunia, baik yang di Indonesia maupun negara-negara lain. Maka dari itu, katanya dibutuhkan dialog agar mendapatkan solusi dari masalah-masalah tersebut.

"Kami akan mendalami dan meneruskan keberatan bapak ibu sekalian ke atasan kami," ujarnya.

Lebih lanjut, Satoshi menjelaskan kebijakan Bank Dunia dalam hal menanggapi keluhan dan pertanyaan masyarakat pada prinsipnya ialah dengan cara menyiapkan rencana ataupun pencegahan agar tidak mendatangkan masalah.

"Dari kami, ketika kita bicara detail, teknis, kami berharap bahwa Geodipa ialah pihak yang tepat untuk membicarakan," ujarnya.

Mereka berjanji untuk mencermati, mendalami dan menyampaikan seluruh data dan informasi yang mereka temukan dalam kunjungan tersebut kepada kantor pusat.

"Kami akan mendalami dan meneruskan keberatan bapak ibu sekalian ke atasan kami," ujarnya.

Meski demikian, Yosep menegaskan bahwa warga sudah tidak sedang mempersoalkan hal teknis. Tuntutan warga ialah agar proyek tersebut sesegera mungkin dihentikan.

Pertemuan Bank Dunia dengan warga adat Wae Sano berlangsung sekitar 2,5 jam. Selain berdialog, Bank Dunia juga memantau titik- titik eksplorasi di well pad B yang berlokasi di Dusun Nunang, dan di well pad A di Dusun Lempe.

Setelah pertemuan dengan masyarakat adat yang menolak, pada pukul 14.00 - 16.30, Bank Dunia juga menggelar pertemuan dengan kelompok yang mendukung proyek tersebut.

(arj/sfr)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK