Temuan kasus dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Kementerian Agama (Kemenag) untuk pondok pesantren sudah sampai ke 'telinga' Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Anggaran Rp2,599 triliun untuk ribuan pesantren yang dicairkan dalam bentuk BOP diduga dikorupsi. Dugaan itu pertama kali disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam laporan hasil pemantauan program BOP di Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.
Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengungkapkan oknum partai politik di Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, memotong dana BOP. Tak tanggung-tanggung, dana dipotong 30 persen dengan dalih sumbangan untuk masjid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus tidak mengungkapkan secara detail identitas oknum tersebut maupun partai politiknya. Hanya saja, ia mengatakan oknum itu dibantu tim sukses Pileg 2019 untuk mengoordinasikan beberapa pondok pesantren di Labuhanbatu dan Padang Lawas.
"Berdasarkan penjelasan informan didapatkan informasi oknum tersebut memang sudah sering mengoordinasi hibah bantuan pondok pesantren," ujarnya dalam peluncuran laporan hasil pemantauan program BOP untuk pesantren di Kalibata, Jakarta, Jumat (27/5).
Selain oknum partai politik, ICW juga menemukan praktik lain yang dilakukan oleh pihak ketiga terkait pencairan dana BOP.
Menurut Agus, pihak ketiga tak hanya membantu mengurus pencairan dana tersebut, melainkan juga mengurus laporan pertanggungjawaban penggunaan dana.
"Artinya, ada kemungkinan laporan penggunaan dana BOP yang disampaikan pondok pesantren merupakan laporan fiktif," imbuhnya.
Praktik serupa ditemukan di lima lembaga pendidikan keagamaan islam di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Berdasarkan observasi lapangan, tutur Agus, terdapat praktik dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oknum yang mengaku sebagai Dirjen Kemenag.
Modusnya adalah meminta data-data berupa informasi lembaga pendidikan untuk keperluan administrasi pencairan bantuan. Akan tetapi, dana BOP yang seharusnya menjadi hak lembaga pendidikan telah dicairkan oleh pihak lain.
"Setelah narasumber mencoba untuk mengurus dan mengembalikan hak lembaganya, menurut informasi dana bantuan dapat dicairkan namun dipotong 30 persen," kata Agus.
Di daerah Tlanakan, Pamekasan, pemotongan dan rekayasa dokumen dilakukan oleh seorang yang mengaku sebagai perwakilan dari partai politik tertentu.
Oknum itu menggunakan modus mengumpulkan sejumlah nama musala untuk diajukan ke Kemenag terkait dana bantuan Covid-19.
"Semua persyaratan dikerjakan oleh orang tersebut," terang Agus.
Lanjut ke sebelah...