Jakarta, CNN Indonesia --
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menutup pintu koalisi bagi PKS serta Partai Demokrat. Partai banteng beralasan kerja sama harus terbangun lewat ikatan emosional partai dan pendukung.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristyanto mengatakan pendukung partainya tak memiliki kedekatan emosional dengan PKS. Hasto menyebut secara ideologis kedua partai juga berseberangan.
Sementara dengan Demokrat, kata Hasto, dinamika politik membuat kedua partai sulit berkoalisi. Ia menyebut PDIP adalah partai yang memegang komitmen dalam sebuah kerja sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasto pun menyinggung pihak yang pernah menusuk PDIP dan Megawati Soekarnoputri jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 silam. Namun, Hasto tak menyebut pihak yang telah mengkhianati partainya.
Sudah menjadi rahasia umum, Megawati terlibat 'perang dingin' dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak 2003 lalu. Saat itu SBY menjabat Menko Polhukam di kabinet Megawati.
Dikutip dari buku Tjipta Lesmana Dari Soekarno Sampai SBY Intrik & Lobi Politik Para Penguasa (2008), terungkap bahwa jejak panas dingin hubungan Mega dan SBY dimulai pada 2003 atau setahun jelang Pilpres 2004.
Megawati telah menutup komunikasi dengan mantan menterinya itu usai SBY diketahui melakukan gerakan politik selama menjadi Menko Polhukam.
Ketum PDIP itu mencium gelagat SBY berhasrat maju di Pilpres 2004. SBY pun mengundurkan diri sebagai menteri pada Maret 2004. Ia kemudian mulai berkampanye lewat Partai Demokrat
Sejak saat itu, Megawati tak menjalin komunikasi dengan SBY. Saat debat capres 2004 pun, kata Tjipta, Megawati meminta panitia penyelenggara agar tak ada jabat tangan sesama capres.
Hasil Pilpres memenangkan SBY yang kala itu berpasangan dengan Jusuf Kalla. Megawati juga tidak hadir saat pelantikan dan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden.
Upaya islah antara keduanya pun gagal dilakukan.
Teranyar, politikus senior PDIP Panda Nababan menyebut Megawati sempat ingin memperbaiki hubungannya dengan SBY. Panda pun dikirim ke Istana.
Ketika bertemu Panda eminta SBY menjawab lima pertanyaan.
Pertama, apa benar SBY pernah mengucapkan kepada banyak orang 'Saya ini sebenarnya sudah di comberan, dijadikan orang sama Mega'? Kedua, apakah SBY mau maju menjadi calon presiden atau wakil presiden?
Kemudian Ketiga, apa benar SBY membuat partai saat menjabat Menko Polhukam? Keempat, apa benar SBY pernah berminat menjadi cawapres Mega? Kelima, apa benar Mega tak diundang di rapat kabinet?
Menurut Panda, lima pertanyaan itu tak ada yang dijawab oleh SBY. Di Istana, mendengar pertanyaan itu SBY hanya menerawang ke langit-langit dan diam hingga satu jam.
"Nah, lima ini, waktu saya sampaikan, dia (SBY) cuma menerawang, melihat langit-langit, gitu lho. Ada satu jam lebih, tidak dijawab. Lalu kemudian saya kembali ke Ibu Mega," kata Panda.
Dengan berbagai perbedaan ideologi serta konflik tersebut, PDIP dinilai sulit koalisi dengan PKS dan Demokrat. PDIP pun dianggap lebih memilih bekerja sama dengan partai politik lain.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Kunto Adi Wibowo berpendapat PDIP dan PKS merupakan dua partai di Indonesia yang paling ideologis.
Namun, keduanya berada dalam kutub ideologi yang berbeda; nasionalis dan religius. Karena itu, Adi meyakini kedua partai sulit kerja sama atau koalisi di pemilu atau pilpres.
"Jadi dengan PKS mungkin jelas. Mereka enggak mau mencampurkan diri, karena kalau begitu basis pemilih ideologisnya akan luntur kalau PDIP berkoalisi dengan PKS," kata Kunto kepada CNNIndonesia.com, Jumat (24/6).
Kunto mengatakan PDIP sebagai satu-satunya partai yang bisa mengusung sendiri capres dan cawapres 2024 masih menimbang untung rugi untuk berkoalisi. Menurutnya, PDIP bisa menunggu sampai detik akhir pendaftaran.
Namun, kata Kunto, PDIP terbuka berkoalisi dengan partai yang setuju untuk mengusung Puan Maharani sebagai capres ketimbang Ganjar Pranowo.
Dua partai yang berpotensi kuat saat kerja sama dengan PDIP adalah PKB dan Gerindra. Namun, potensi keduanya masih ditentukan oleh Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dan Prabowo Subianto yang diketahui juga berhasrat nyapres.
PKB dan Gerindra mulai intens berkomunikasi untuk bekerja sama dengan mengusung Prabowo dan Cak Imin. Koalisi kedua partai dengan PDIP akan sangat ditentukan lewat hasil lobi-lobi.
Saat ini Megawati pun telah menugaskan Puan Maharani untuk menjalin komunikasi dengan partai lain.
"Dan saya enggak tahu apakah Gerindra mau, atau PKB mau. Karena Gerindra dan PKB udah jadi duluan, Cak Imin dan Prabowo mau capresnya, lalu siap?" kata Kunto.
Kunto mengatakan saat ini belum bisa memastikan koalisi antarpartai karena konstelasi politik masih tinggi. Ia pun memprediksi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Partai Golkar, PAN, dan PPP bisa rontok di tengah jalan.
"Jadi kalau ditanya soal koalisi mana, hari ini belum final. Masih sangat mungkin berubah konstelasi politiknya tergantung dinamika politik dalam satu tahun ke depan," katanya.
PDIP-NasDem Sulit Koalisi
Sementara itu, dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai bukan hanya Demokrat dan PKS yang tak akan berkoalisi dengan PDIP. Menurutnya, Nasdem juga berpeluang kecil untuk berkoalisi dengan partai Banteng tersebut.
Menurut Umam, sinyal itu terlihat usai pernyataan kedua ketua umum partai tersebut, Surya Paloh dan Megawati di Rakernas masing-masing partai.
Surya sempat menyinggung pihak yang dinilai sombong dan sok hebat. Beberapa hari setelahnya, Megawati dalam pidato pembukaan Rakernas PDIP mengaku heran dirinya dicap sombong.
"Dan itu akan menjadi indikator baru akan ada kekuatan dalam pemerintahan saat ini yang berpotensi tidak akan lagi bersama PDIP," ujar Umam.
Dengan demikian, Umam menduga kuat bakal hadir koalisi baru dengan basis kekuatan non-PDIP lewat koalisi Demokrat, Nasdem, dan PKS.
Di saat yang bersamaan, kata Umam, Prabowo Subianto bakal menjadi poros kekuatan baru jika benar akan kembali maju di Pilpres mendatang.
Karenanya menurut Umam, Pilpres 2024 berpotensi kuat akan menghadirkan tiga poros. Pertama, gerbong PDIP. Lalu kedua koalisi Demokrat, PKS, dan NasDem. Terakhir atau ketiga Gerindra dengan menggandeng PKB.
Umam meyakini KIB hanya akan menjadi koalisi makmum. Ia menilai ketiga partai tersebut hanya tinggal menunggu kehadiran PDIP.
"Masih menunggu PDIP. Artinya KIB tidak bisa dilihat sebagai entitas yang solid," katanya.