Ia menyebut polisi tidak memiliki aktor seimbang yang bisa melakukan check and balance dalam tiap perkara. Meski demikian, ia menyadari wacana revisi KUHAP akan mendapatkan perlawanan dan resistensi sebab kewenangan yang dimiliki Polri bakal berkurang.
"Siapapun yang punya kewenangan besar otomatis enggak mau kewenangannya dikurangin, jadi memang dari segi situ tantangannya," ucapnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan slogan Presisi yang merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas, transparansi, serta berkeadilan untuk mereformasi citra kepolisian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menilai semboyan itu sebatas jargon tanpa diikuti perbaikan riil di lapangan.Sebagai sindiran, KontraS mengeluarkan jargon Persisi atau Perbaikan Palsu Institusi Polri.
"Fakta dan kenyataan di lapangan yang masih menunjukkan bahwa upaya perbaikan hanya fokus pada citra, bukan kinerja. Kritik masyarakat yang sangat masif terjadi di satu tahun belakangan hanya disikapi dengan ucapan lip service," ujar Fatia.
Lihat Juga : |
Terlebih, kepolisian saat ini dipandang hanya akan menyelesaikan perkara hukum yang sedang viral di tengah masyarakat. Seperti diketahui, sepanjang Oktober-November 2021, berbagai tagar menyindir Polri ramai di media sosial seperti #1Day1Oknum, #NoViralNoJustice, #ViralForJustice, bahkan hingga #PercumaLaporPolisi.
Menurut Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy, tagar-tagar itu menjadi cermin kejenuhan publik atas pengungkapan kasus dan tindakan yang didasarkan pada keviralan suatu kasus.
"Seakan hanya berfokus pada citra, kultur kepolisian kembali berangsur memburuk setelah masyarakat tak lagi begitu masif membahas kinerja kepolisian di media sosial," katanya,
Andi menyebut masyarakat yang mengeluhkan kembali buruknya kinerja polisi pun akhirnya memilih untuk membuat viral kasusnya. Tujuannya agar mendapatkan perhatian dari publik secara luas sehingga muncul dorongan untuk mengusut kasus tersebut secara cepat.
Salah satu kasus yang sempat viral dan ditanggapi polisi dengan buruk, menurut Wakil Koordinator KontraS Rivanlee, adalah pemberangusan mural berisi kritik pada pemerintah. Sekitar Juli-Agustus 2021, polisi melakukan penghapusan mural yang bertuliskan "Jokowi Not Found", "Tuhan Aku Lapar", dan "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit."
Kasus ini pun mendapat sorotan Presiden Joko Widodo sekaligus Panglima tertinggi Polri, yang meminta agar Kapolri Listyo tak mengurusi mural berisi kritik sebab hal itu merupakan hal sepele.
"Urusan mural aja ngapain sih? Wong saya dihina, saya dimaki-maki, difitnah udah biasa. Ada mural aja takut. Ngapain?" ujar Jokowi dalam arahannya kepada Kepala Kesatuan Wilayah Polri dan TNI di Bali, Jumat (3/12).
Rivanlee melihat hal ini sebagai tanda bahwa tindakan sekaligus citra polisi yang terus memburuk juga merupakan tanggung jawab lembaga pengawas dan pucuk pimpinannya.
"Berarti ada kegagalan untuk memperbaiki kondisi Polri dan membiarkan itu terus terjadi. Maka dari itu, tidak heran kalau publik ke depan akan menggugat bahwa jangan-jangan situasi ini dipertahankan," tegas Rivanlee.
Terpisah, ketika dikonfirmasi terpisah terkait temuan KontraS, Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan pihaknya menerima berbagai penilaian dengan tangan terbuka. Ia berjanji akan menjadikan temuan itu sebagai bahan evaluasi.
"Kita berpikir secara positif atau positive thinking, bahwa penilai atau siapapun juga ingin Polri lebih baik. Itu akan kita jadikan evaluasi, kritik-kritik kepada Polri," ungkapnya pada wartawan di Mabes Polri.