Jakarta, CNN Indonesia --
Polah Lili Pintauli Siregar selama menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat banyak pihak termasuk aktivis hingga ahli hukum geleng-geleng kepala.
Baru-baru ini Lili kembali menjadi sorotan lantaran mangkir dari sidang perdana kasus dugaan pelanggaran kode etik terkait penerimaan fasilitas akomodasi hotel dan tiket menonton MotoGP Mandalika di Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Lili lebih memilih menghadiri agenda putaran kedua Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20 di Nusa Dua, Bali, yang sebenarnya akan berlangsung hingga 8 Juli 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum ada keterangan resmi dari Lili terkait hal tersebut. Namun, KPK, melalui Plt Juru Bicara Ali Fikri mengungkapkan kehadiran Lili dalam agenda ACWG G20 sudah terjadwal jauh hari.
Meski begitu, Ali menolak memberi informasi apakah jadwal Lili tersebut lebih dulu diatur dibandingkan surat panggilan Dewas KPK ataupun sebaliknya.
Dianggap Permainkan Dewas KPK
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Lili tidak menghargai Dewas KPK karena absen dalam persidangan etik dan justru memilih mengisi agenda di Bali.
"Kehadiran Lili di Bali memperlihatkan bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif dan tidak menghargai kelembagaan Dewas di KPK. Sebab, kalau kita melihat, tak ada urgensi khusus bagi Lili hadir dalam agenda tersebut," kata Kurnia saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (5/7) malam.
Dalam hal ini, Kurnia menganggap Dewas KPK tidak mempunyai peranan yang begitu penting di mata pimpinan KPK.
"Kami melihat Dewas dipermainkan. Dewas dianggap sebagai lembaga yang tidak begitu penting di mata pimpinan KPK. Ini seharusnya bisa ditegur keras oleh Dewas," imbuhnya.
Omong Kosong
Setelah divonis bersalah dan dikenakan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan karena terbukti menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara pada Senin, 30 Agustus 2021, Lili sering kali menjadi pembicara dalam agenda nasional maupun internasional.
Lili ditunjuk menjadi pemateri dalam agenda Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu dengan peserta dari Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Golkar.
Dalam agenda itu, Lili berbicara mengenai dampak korupsi yaitu penegakan hukum menjadi tak jelas dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terjadi.
Lili juga sempat membekali para finalis Putri Indonesia mengenai nilai-nilai antikorupsi.
"Omong kosong. Dia [Lili] selalu mengampanyekan isu antikorupsi dan integritas, padahal tindakannya selama ini justru bertolak belakang dengan apa yang dia sampaikan," ucap Kurnia.
Dalam hal ini ia menyinggung pembohongan publik oleh Lili. Pada konferensi pers 30 April 2021, Lili membantah telah berkomunikasi dengan eks Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial yang notabene menjadi pihak berperkara di KPK. Pengakuan itu berbanding terbalik dengan putusan Dewas KPK.
"Itu membuktikan ada kontradiksi antara ucapan dan perbuatan," kata Kurnia.
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengungkapkan dirinya baru saja membahas perilaku Lili dengan rekan-rekan koalisi.
Menurut dia, Lili merupakan salah satu pimpinan yang tidak bisa memberi contoh.
"Kami melihatnya dulu itu Lili pernah bekerja di NGO meskipun bukan sebagai pimpinan, dia perempuan, ada nilai lebih ya, tapi memang begini, perilakunya tidak menunjukkan hal yang kita harapkan," kata Bivitri melalui sambungan telepon.
Ia bilang Lili telah menelanjangi hukum dengan mangkir dari sidang etik dan memilih menghadiri agenda di Bali.
"Menurut saya, orang ini memang perilakunya sangat-sangat buruk dan mencoreng penegakan hukum," imbuhnya.
Perilaku Lili, terang Bivitri, akan menghancurkan setidaknya dua hal. Pertama perihal wibawa KPK yang semakin terdegradasi. Kemudian soal penegakan hukum secara umum.
"Ini kan telanjang betul, jelas mengabaikan, dipanggil dia malah ke Bali," tutur Bivitri.
"Secara sosiologis ini akan timbul persepsi di masyarakat bahwa kalau gitu buat apa kita hormat pada sistem hukum kalau pimpinan lembaga penegakan hukum juga tidak menghormati hukum. Yang kedua ini yang bahaya betul," lanjut dia.
Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, selama menjabat sebagai Komisioner KPK lebih dari dua tahun, Lili terlibat dalam banyak kontroversi.
Di antaranya menggelar syukuran setelah dilantik menjadi pimpinan KPK jilid V di rumahnya di Sumatera Utara, 6 Oktober 2019.
Polemik muncul karena Lili mengundang pejabat yang pernah diperiksa dan diproses hukum oleh KPK. Satu di antaranya ialah eks Kabareskrim Polri Susno Duadji.
Kontroversi lainnya yaitu mengintervensi penanganan perkara yang sedang berlangsung. Lili diketahui berkomunikasi langsung dengan eks Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial yang belakangan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap.
Lili juga pernah berbohong kepada publik serta diduga menerima fasilitas akomodasi hotel dan tiket menonton MotoGP Mandalika dari PT Pertamina (Persero).
KPK Tak Ada Harganya Lagi
Bivitri Susanti yang juga merupakan ahli hukum tata negara memandang lembaga antirasuah tidak lagi mempunyai harga diri dari segi persepsi publik.
Penilaian itu tidak sekadar dipicu oleh perbuatan Lili saja. Dalam hal ini ia menyinggung pimpinan KPK lain seperti Firli Bahuri yang mempunyai catatan buruk sejak awal menjabat. Pun dari segi kinerja khususnya penindakan yang mengalami kemerosotan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Kalau saya sih melihat KPK memang sudah nyaris tidak ada harganya, maksudnya dari aspek persepsi publiknya. Perilaku Lili ini kan bukan yang pertama, kemudian bukan satu-satunya pimpinan yang perilakunya buruk. Bahkan, Firli Bahuri juga punya catatan yang buruk sekali dari awal," terang Bivitri.
Bivitri berpendapat bahwa KPK sebatas 'ada tapi tak bermakna'. Menurutnya, KPK sudah tidak lagi bermakna bagi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
"Saya kira jadi makin begitu: gedung bisa kita lihat tapi isinya kosong," ucapnya.
Menurut dia, ada solusi yang kemungkinan besar bisa membawa kembali KPK pada fitrahnya yakni dengan merevisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Solusinya itu harus revisi lagi UU-nya. Saya pesimis 2023 [saat masa jabatan pimpinan KPK sekarang habis] ada perubahan yang bermakna," pungkasnya.