LIPUTAN KHUSUS

Pelabuhan Karangantu, Pintu Belanda Menuju Surga Rempah Nusantara

CNN Indonesia
Senin, 15 Agu 2022 08:00 WIB
Pelabuhan Karangantu memulai cerita kedatangan bangsa Belanda pada akhir Juni 1596. Saat itu 297 awak mendarat setelah 14 bulan terombang-ambing di lautan.
Pelabuhan Karangantu Serang, Banten. (cnnindonesia/AndryNovelino)

Perubahan menerabas lebih cepat ketimbang ingatan. Wajah pelabuhan hari ini dominan diisi kapal lapuk. Kayu, sampah, bertebaran di atas airnya yang begitu keruh. Hiruk pikuk sebuah pasar internasional tinggal cerita.

"Ini mah seleher bebek (kedalamannya). Kalau bebek berenang kan cuma seleher," kata seorang nelayan bernama Hasbi kepada CNNIndonesia.com sore itu untuk menggambarkan dangkalnya perairan Karangantu kini.

"Lihat saja kalau sore, kering (di pinggir), hanya tengah-tengahnya yang ada air," kata nelayan lain, Haruna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haruna mengenang kesibukan pelabuhan terjadi pada masa Presiden Soeharto. Pelabuhan dibangun dan dibesarkan sejak 1975.  Saking sibuknya, ia menggambarkan rumah-rumah warga di pinggiran pelabuhan sampai tak terlihat akibat tumpukan kayu di mana-mana.

Saat ini ada 2.390 nelayan yang beraktivitas di Pelabuhan Karangantu. Berasal dari ragam daerah. Rata-rata adalah nelayan tradisional dengan kapal 1-20 GT. Buruan di laut yang diangkut adalah ikan pelapis kecil seperti Kembung, Bawal, Teri, Cumi, Udang.

Kondisi pendangkalan pernah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Lantaran pendangkalan, kapal nelayan maupun kapal pelayaran sulit keluar atau masuk, kecuali menunggu sampai air laut pasang.

Salah seorang nelayan, Agus mengatakan beberapa tahun lalu sempat dilakukan pengerukan di sungai. Namun pengerukan tak berdampak banyak.

"Cuma keruknya diacak-acak doang. Diambil di satu tempat dipindahkan ke pinggir. Sama saja bohong," kata Agus.

Juru Bicara KKP, Wahyu Muryadi mengatakan kewenangan pengerukan ada Balai Besar Sungai Banten dan Dinas PUPR Banten. Menurutnya, sungai itu sempat dikeruk pada 2013.

"Pada bulan Maret (2022) lalu sempat dirapatkan, Balai Besar menanggapi akan turun ke lapangan meninjau kondisi dan kewenangan pengerukan," kata Wahyu.

Tak ada Peninggalan Tersisa

Tak ada jejak peninggalan yang tersisa di Karangantu kini. Hanya sisa kejayaan masa lalu Kesultanan Banten masih bisa ditemui jika berkunjung ke Kawasan Banten Lama.

Keraton Surosowan, Banten Lama. CNN Indonesia/Andry NovelinoKeraton Surosowan, Banten Lama. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Salah satunya yang masih tersisa kini adalah bekas kompleks Keraton Surosowan. Keraton ini bukanlah tempat tinggal Sultan yang pertama didirikan di Banten. Tempat tinggal Sultan Banten pertama diduga didirikan di dekat Karangantu. Keraton Surosowan dibangun antara tahun 1552 sampai dengan 1570 dalam beberapa tahap.

Saat ini, Keraton Surosowan hanya menyisakan reruntuhan. Bangunan yang tampak adalah tembok benteng yang mengelilingi sisa bangunan, hingga sisa petirtaan dan bekas kolam taman.

Peninggalan lain yang masih terselamatkan di Banten Lama juga yakni Benteng Speelwijk yang didirikan pada 1685-1686.

Benteng ini adalah satu-satunya peninggalan struktur bangunan yang dibuat oleh Belanda ketika Kesultanan Banten masih berdaulat. Nama Speelwijk diambil dari nama Gubernur Jenderal VOC, Cornelis Jansz Speelman. Di samping temuan arkeologis berupa monumen, Banten Lama juga menyimpan temuan berupa sejumlah artefak seperti gerabah, keramik hingga mata uang koin.

Cerita pendaratan Cornelis di Banten tak dapat dibantah telah menjadi pembuka jalan bagi kolonialisme Belanda di Indonesia. Meski sempat diusir, kedatangan Cornelis ke Banten pertama kali tidak bisa dibilang gagal sama sekali. Ia menemukan jalur menuju negeri kaya rempah-rempah.

Benteng Van Der Wijck. CNN Indonesia/Andry NovelinoBenteng Van Der Wijck di kawasan Banten Lama, Serang, Banten. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Beberapa tahun usai kedatangan Cornelis itu, tepatnya pada 1598, rombongan ekspedisi dagang Belanda kembali datang. Mengacak-acak Nusantara demi mengeruk semua rempah dengan harga sangat murah. Tak puas cuma jadi pembeli, Belanda bermain jauh hingga ke Timur, surga Pala dan Rempah di Nusantara.

Simak kisah selanjutnya di Lipsus Ekspedisi CNNIndonesia.com

(yoa/ain)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER