LIPUTAN KHUSUS

Pelabuhan Karangantu, Pintu Belanda Menuju Surga Rempah Nusantara

CNN Indonesia
Senin, 15 Agu 2022 08:00 WIB
Suasana di perairan Banten di sekitar Karangantu, Serang. (cnnindonesia/AndryNovelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Udara kering membekap utara pulau Jawa, di tengah pikuk para nelayan yang bertelanjang dada. Aroma peluh para pengangkut solar, bau ikan, dan kucing-kucing lapar bercampur di suatu sore di Pelabuhan Karangantu, Banten, bentala tua saksi Nusantara memulai riwayatnya.

Ikan-ikan mati dijemur di anyaman bambu. Sementara ikan segar dipajang. Ada kakap merah, cumi, kerang hijau hingga udang. Meracau para pedagang yang merupakan istri para nelayan di pelelangan ikan. Jemuran belum diangkat dari rumah-rumah petak yang saling rapat di kampung itu. Kampung Bugis namanya, tempat di mana para  pelimbang asal Sulawesi menghuni.

Sukar untuk merangkai kepingan riwayat, bahwa di pelabuhan tua inilah 'pintu masuk' kolonialisasi di Nusantara mengawali sejarahnya. Ketika lebih dari 400 tahun lalu empat kapal berbendera Belanda: Duyfken, Hollandia, Mauritius, dan Amsterdam membuang jangkar, merebahkan sekoci dan menanam hasrat kolonialisasi.

Benteng Van Der Wijck, salah satu jejak peninggalan Belanda di Banten Lama. CNN Indonesia/Andry Novelino

Pada akhir Juni 1596, sebanyak 297 awak mendarat setelah 14 bulan terombang-ambing di lautan. Pimpinan ekspedisi saat itu adalah Cornelis de Houtman yang juga mengepalai urusan perdagangan. Sementara Pieter de Keyser pegang navigasi

Ekspedisi Houtman bermodal catatan seorang Belanda yang bekerja di pelayaran Portugis, Huygen van Linschoten (1563-1611). Catatan yang terbit pada 1595 itu dikenal dengan 'Reysgeschrift', lebih populer dikenal Itinerario. Rute rahasia yang ia selundupkan dari Lisbon, Portugal hingga sampai ke para pelaut di Pelabuhan Amsterdam.

Saat Cornelis datang, situasi Banten, mengutip Ragam Pusaka Budaya Banten (2019), telah dibangun kemegahan pelabuhan, pasar, hingga gudang. Karangantu difungsikan Kesultanan Banten sebagai pasar dengan lada sebagai komoditas utama. Toko-toko berdiri mengitari pelabuhan. Membentuk jantung permukiman. William Lodewijk, saudagar Belanda yang ikut dalam rombongan Cornelis menghitung setidaknya ada 36 kapal asing yang berlabuh di Banten kala itu. Mulai dari Portugis, Arab, Persia, China hingga Gujarat.

"Besar kemungkinan Pelabuhan Karangantu entreport terbesar dan pusat aktivitas perdagangan di abad ke-16," ujar Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten, Yanuar Mandiri.

"Diriwayatkan Cornelis terperangah melihat riuh pelabuhan," ujar Yanuar.

Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten sekaligus Pembina Laboratorium Bantenologi, Mufti Ali menyebut kemapanan ekonomi Kesultanan Banten tak terlepas dari peran pedagang asing, termasuk Portugis. Strategi ekonomi politik raja saat itu, Syarif Hidayatullah, menjadikan Portugis bukan sebagai musuh, melainkan mitra.

Kedatangan Cornelis pada 1596 awalnya disambut baik. Banten kala itu dipimpin oleh Sultan Abdul Mafakhir. Penyambutan bahkan telah dimulai dari tengah laut. Kapal-kapal Belanda dijamu dengan makanan terhebat, disuguhi hiburan terbaik.

Simak Video Liputan Khusus CNN Indonesia ke Banda Neira di Bawah:


"Sultan saat itu masih kecil, disambut oleh Mangkubuminya-lah, karena dia (Cornelis) menunjukkan sikap yang sama dengan pedagang lainnya di Banten," kata Mufti.

Satu bulan berlalu, belum ada tingkah ganjil Cornelis Cs di Banten. Kondisi serupa berjalan hingga bulan ketiga. Namun pada bulan keempat, gejolak terjadi. Sikap Cornelis mengganggu konstelasi politik dagang yang sudah sangat mapan. Belanda mulai mendirikan kantor dagang. Cornelis dipaksa angkat kaki dari Banten.

Bersambung ke halaman berikutnya: Melihat Karangantu Kini..

Pelabuhan Karangantu Hari Ini


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :