MPR Putuskan PPHN Disusun Lewat Konvensi Tanpa Amendemen UUD 45

CNN Indonesia
Kamis, 07 Jul 2022 16:34 WIB
Keputusan soal nasib amendemen UUD 1945 diambil usai pimpinan MPR menggelar rapat gabungan secara tertutup dengan Badan Pengkajian MPR.
Ilustrasi. MPR memutuskan tidak akan melakukan amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada periode 2019-2024 ini. (CNN Indonesia/ Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan bahwa pihaknya memutuskan tidak akan melakukan amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada periode 2019-2024 ini.

Menurutnya, keputusan tersebut diambil usai pimpinan MPR menggelar rapat gabungan secara tertutup dengan Badan Pengkajian MPR.

"Menghadirkan PPHN melalui TAP [Ketetapan] MPR dengan perubahan terbatas UUD 1945 atau amendemen yang selama ini dicurigai, ditunggangi, dan lain-lain, dan seterusnya perubahan jabatan presiden dan sebagainya saat ini sulit untuk kita realisasikan. Itu jadi keputusan pimpinan MPR dengan diterimanya laporan Badan Pengkajian," kata pemilik sapaan akrab Bamsoet itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (7/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menerangkan, upaya menghadirkan PPHN juga tidak akan ditempuh lewat pembuatan UU.

Bamsoet bilang, MPR akan membentuk panitia adhoc pada rapat gabungan 21 Juli 2022 mendatang untuk menggelar konvensi ketatanegaraan yang kemudian hasilnya disahkan di Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2022.

"Mengingat PPHN jika diatur UU kurang, yaitu melalui konvensi ketatanegaraan yang nanti kita akan beri tugas panitia ad hoc," ucap Waketum Golkar itu.

Menurutnya, Badan Pengkajian MPR melihat ada ruang yang bisa dilakukan lewat konvensi ketatanegaraan. Bambang pun berharap, keputusan pihaknya ini dapat menghentikan perdebatan soal isu amendemen terkait penambahan masa jabatan presiden.

"Harapan saya dan pimpinan MPR dan Badan Pengkajian tidak perlu ada kekhawatiran di publik bahwa ada upaya-upaya untuk melakukan amendemen. Siapa penyelenggaraan pemilu yang akan datang tidak lagi dihantui oleh berbagai kecurigaan-kecurigaan," ungkapnya.

Wacana menghentikan usulan amendemen UUD 1945 demi mengatur wewenang MPR lewat PPHN menguat sejak awal 2022 ini.

Wakil Ketua MPR dari fraksi PDIP, Ahmad Basarah mengatakan wacana PPHN bisa dilanjutkan pada periode berikutnya setelah 2024. Ia menilai situasi politik tak kondusif jika amendemen PPHN terus dilanjutkan, terutama menyusul wacana penundaan pemilu.

"Sebaiknya rencana amandemen terbatas UUD tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024 ini," kata Basarah.

Basarah memastikan MPR akan tetap melanjutkan kajian PPHN agar bisa direkomendasikan pada MPR periode berikutnya, sehingga PPHN atau GBHN lewat amandemen terbatas UUD NRI 1945 tetap terealisasi.

Usulan penghentian pembahasan amendemen untuk memasukkan PPHN didukung Wakil Ketua MPR dari fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid. HNW, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa fraksinya sudah menolak amendemen sejak awal.

"Sejak awal, Fraksi PKS MPR menolak amendemen itu. Maka saya dukung usulan Wakil Ketua MPR dari PDIP juga dari DPD untuk tunda saja amendemen UUD terkait PPHN," ucap HNW.

Dukungan juga disampaikan Wakil Ketua MPR dari fraksi PPP, Arsul Sani. Dia menolak wacana amendemen, jika digelar untuk mengakomodasi usul lain termasuk penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Anggota Komisi III DPR itu berkata fraksinya ingin agar amendemen tidak dilakukan terburu-buru. Jika pun terpaksa, dia ingin amendemen dilakukan dengan melibatkan partisipasi publik dan terbatas.

"Sesuai rencana awal, amendemen itu hanya buat memasukkan kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN saja. Tidak ada hal-hal lain. Nah, kalo hal-hal lain mau dimasukkan ya mending tidak usah ada amendemen," kata Arsul.

(mts/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER