Kementrian Agama (Kemenag) telah mencabut izin operasional Pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang.
Hal itu membuat kegiatan belajar nonformal di pondok tersebut harus dihentikan.
Pencabutan izin itu adalah buntut tidak kooperatifnya pesantren terhadap kasus pelecehan seksual terhadap santriwati yang dilakukan oleh Moch Subchi Azal Tsani (MSAT).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak cuma itu, ada juga konsekuensi lainnya yang mengancam pesantren tersebut. Pemerintah juga akan berhenti mengucurkan dana operasional PKPPS kepada Pesantren Shiddiqiyyah.
Dana PKPPS merupakan dana bantuan yang sama bentuknya seperti bantuan operasional sekolah (BOS). Dana itu dikucurkan pemerintah melalui Kementerian Agama kepada pondok pesantren.
"Termasuk dana operasional di sana otomatis harus dihentikan, karena [izin] operasinya sudah dicabut," kata Kepala Bidang Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, As'adul Anam, Jumat (8/7).
As'adul mengaku tak tahu berapa besaran dana operasional PKPPS yang diterima pihak Shiddiqiyyah selama ini. Sebab yang mengatur besarannya ialah pemerintah pusat.
Meski demikian, kata As'adul, jumlah dana itu dipastikan mencapai ratusan juta rupiah dan cair atau turun tiap enam bulan sekali.
"Jumlahnya sebanding dengan BOS. Diturunkan dari pusat. Keberadaan PKPPS terbatas tidak banyak, tapi nilainya ratusan juta, setiap semester, per enam bulan," katanya.
Karena itu, As'adul mengatakan pihaknya siap memfasilitasi perpindahan santri Ponpes Shiddiqiyyah Jombang ke pesantren lain. Demi menjamin hak santri memperoleh pendidikannya.
"Kami dengan Kemenag Jombang tengah berupaya melindungi hak-hak santri yang ada di sana. Kami sedang melakukan pemetaan kira-kira santri nanti ingin melanjutkan ke mana," ujarnya.
As'ad menerangkan, meskipun izin operasional telah dicabut, tidak serta merta kegiatan di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang langsung dihentikan. Artinya, kata dia, butuh proses beberapa waktu untuk operasional di Ponpes tersebut berhenti total.
"Kami harus berkomunikasi dengan wali santri untuk mengarahkan para santri tersebut mau melanjutkan ke mana," ucapnya.
Namun, terkait jumlah santri Ponpes Shiddiqiyyah Jombang, As'ad belum bisa memastikan data pastinya. Ia masih terus berkoordinasi dengan pengurus.
Kini, kata dia, santri yang masih bertahan di sana tinggal sebagian saja. Sementara sebagian lainnya sudah pulang dan bahkan ada yang melanjutkan di pondok lainnya.
"Santri ini sebagian masih ada di sana, sebagian sudah pulang karena memang dijemput orang tuanya. Artinya tidak melanjutkan di situ. Pindah ke pondok yang lain," kata As'ad.
Ia melanjutkan, kegiatan yang tidak boleh beroperasi di pesantren itu ialah kegiatan belajar yang melibatkan santri saja. Sementara kegiatan jemaah tarekat yang dipimpin oleh ayah MSAT, Kiai Muchtar Mu'thi tetap boleh digelar.
"Artinya kiai masih bisa menjalankan aktifitas tarekatnya di sana," pungkasnya.
(frd/isn)