PBNU Tunjuk Eks Wamenkumham & Eks Pimpinan KPK Advokasi Mardani Maming
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menunjuk eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana dan eks pimpinan KPK Bambang Widjojanto untuk mengadvokasi kasus Mardani Maming.
Hal itu diketahui dari undangan peliputan sidang perdana Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang disebar oleh Denny Indrayana.
"Akan hadir sebagai kuasa hukum pemohon, Dr Bambang Widjojanto (mantan pimpinan KPK) dan Prof Denny Indrayana PhD (mantan Wamenkumham, senior partner INTEGRITY Law Firm), dan tim," ujar Denny dalam undangan peliputan yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (12/7).
"Semuanya adalah kuasa hukum yang ditunjuk PBNU untuk mengadvokasi kasus ini," tambahnya.
Sidang perdana praperadilan Maming melawan KPK rencananya akan digelar di PN Jakarta Selatan pada hari ini sekitar pukul 10.00 WIB.
Maming selaku Bendahara Umum (Bendum) PBNU mengajukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan agar lolos dari proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
Ia mendaftarkan permohonan pada Senin, 27 Juni 2022. Permohonan Praperadilan tersebut terdaftar dengan nomor perkara: 55/Pid.Pra/2022/PN jkt.sel.
Dalam proses penyidikan berjalan, KPK telah mencegah Maming bersama adiknya yang bernama Rois Sunandar H. Maming bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 16 Juni 2022 sampai dengan 16 Desember 2022.
Tim penyidik KPK juga telah melakukan upaya paksa penggeledahan di apartemen Maming yang berlokasi di Jakarta Pusat. Selain itu, sejumlah saksi terus diperiksa hingga saat ini.
Semua itu dilakukan dalam rangka mencari dan memperkuat alat bukti terkait dengan perkara yang sedang diusut.
Adapun perkara hukum yang menjerat Maming yaitu kasus dugaan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Maming diketahui merupakan Bupati Kabupaten Tanah Bumbu periode 2010-2018. Ia merupakan kader PDI Perjuangan.
Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
(ryn/tsa)