Keluarga sempat tidak diizinkan melihat luka tembak pada tubuh Brigadir J. Pihak kepolisian yang menyerahkan jenazah Brigadir J melarang pihak keluarga dengan dalih tubuh Brigadir J sudah diotopsi.
"Jadi kalau boleh kami minta, kami tengok dulu lubang tembaknya," kata pihak keluarga.
"Kalau untuk silakan, tapi kalau saya rasa sudah diotopsi, sudah dilakukan otopsi ini, Pak. Kalau melihat wajah silakan enggak apa-apa. Saran saya karena diotopsi kan bagaimanapun nanti ibu melihat dengan situasi kalau sudah diotopsi itu bagaimana," kata anggota polisi itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sontak, ibu Brigadir J berteriak memohon agar diizinkan melihat keadaan anaknya. Ibu Brigadir J mengaku sanggup melihat bagaimanapun kondisi anaknya.
Keluarga Brigadir J mengatakan polisi diduga berusaha menutupi kasus penembakan jika tak membuka rekaman Closed Circuit Television (CCTV) di rumah Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo.
"Kalau dia tidak membuka CCTV berarti orang itu ada yang ditutup-tutupi," kata bibi Brigadir J, Rohani Simanjuntak kepada CNNIndonesia TV, Selasa (12/7).
Rohani menduga ada kejanggalan dalam peristiwa baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E yang menewaskan keponakannya tersebut.
Terlebih, kata Rohani, pihak kepolisian menyebut CCTV di rumah Irjen Ferdy Sambo itu sudah mati sejak dua minggu lalu, sehingga tak merekam peristiwa tersebut.
"Kenapa HP kami tidak diberikan? Dan kenapa CCTV tidak mau membuka? Bahkan dibilang CCTV tidak ada di rumah jenderal. Dari situ sudah praduga kita kuat," ujarnya.
Keluarga Brigadir J mengungkapkan momen ketegangan saat sejumlah polisi mendatangi rumah duka.
Rohani mengatakan polisi datang ke rumah pada Sabtu (9/7) malam sekitar pukul 20.00 WIB, satu hari setelah peristiwa penembakan. Menurutnya, mereka yang datang adalah polisi dari Mabes Polri.
"Orang dari Mabes datang ke rumah, kami kayak disekap gitu. Rumah itu ditutup, semua gorden ditutup," kata Rohani.
Rohani sempat marah karena tak terima sikap polisi yang tidak sopan datang ke rumah.
"Pak namanya bertamu, jangan kayak gini caranya, aku bilang. Terus mereka bilang maaf. Kami selaku orang tua yang baru kehilangan anak kami masih syok dan trauma," ujar Rohani.
Bahkan ada polisi yang melarang anggota keluarganya menggunakan ponsel saat itu. Semua alat komunikasi dan perekam tak boleh digunakan.
"Jangan main HP, jangan ada yang mengambil video, jangan ada yang kamera, katanya. Tolong HP di sini sama kami, katanya," ujar Rohani menirukan permintaan polisi saat itu.
Keluarga dari Brigadir J mengklaim ponsel milik anggota keluarga disadap oleh orang tak dikenal.
"Jadi sekarang HP kami tidak bisa kami gunakan lagi. Sudah disadap orang itu HP kami semua," kata Rohani
Ia menuturkan total ada lima buah ponsel yang telah disadap. Kini pihak keluarga Brigadir J tak lagi bisa berkomunikasi dengan siapapun.
"HP yang ada di rumah kami lima sudah disadap, enggak bisa kami pakai lagi komunikasi sama siapapun. Kami tidak bisa komunikasi lagi," ujarnya.
(lna/tsa)