Lembaga kajian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengkritik sikap kepolisian yang tidak segera membuka hasil autopsi awal dan rekaman CCTV dalam kasus kematian Brigadir J.
Pengamat Kepolisian dari ISESS Bambang Rukminto menilai Polri justru melakukan kesalahan apabila bukti-bukti tersebut ditutupi dari publik.
"Kesalahan kepolisian di awal, tidak membuka fakta-fakta terkait otopsi ini dengan jelas," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (22/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang, selama ini Kepolisian hanya menyampaikan narasi tanpa menunjukkan bukti-bukti otentik yang ditemukan dalam kasus tewasnya Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo.
Menurutnya kondisi itulah yang akhirnya justru dapat menimbulkan spekulasi-spekulasi di tengah rakyat.
"Polisi hanya menyampaikan narasi-narasi tanpa bukti otentik. Pada akhirnya, memunculkan kejanggalan-kejanggalan yang dirasakan publik," jelasnya.
Di satu sisi, dirinya mengapresiasi langkah kepolisian yang memperbolehkan autopsi ulang terhadap jasad Brigadir J. Menurutnya, hal itu selaras dengan perintah Presiden Jokowi agar pengusutan kasus dilakukan secara terbuka dan tidak ditutup-tutupi.
![]() |
Walau begitu, dirinya tetap mendorong agar kepolisian juga tetap menyampaikan hasil autopsi awal yang telah dilakukan sebelumnya.
"Ini lebih pada untuk menjaga obyektifitas, transparansi dan kepercayaan saja," ujarnya.
Di sisi lain, ia juga meminta agar Polri dapat membuka rekaman CCTV yang ditemukan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir J.
Terlebih, bukti rekaman CCTV itu digadang-gadang dapat membuat kasus tewasnya Brigadir J semakin terang benderang.
"Kalau CCTV itu benar yang berada di kediaman saat terjadi peristiwa, polisi harus membukanya. Ini memang ujian yang relatif berat bagi polisi yang tidak profesional, tetapi sangat mudah bagi yang memiliki integritas dan profesional," katanya.