Pendaftaran hak atas merek Citayam Fashion Week yang merujuk pada aktivitas remaja berjuluk SCBD (Sudirman-Citayam-Bojonggede-Depok) di area Dukuh Atas, Jakarta, menjadi polemik.
Mereka yang mendaftarkan merek itu ke Kemenkumham dinilai ingin mengeruk keuntungan sepihak dari fenomena kultur pop yang berawal dari tongkrongan remaja suburban di pusat kota Jakarta.
Bahkan dalam kegiatan yang berlangsung Senin (25/7), beberapa remaja tersebut melakukan aksi berjalan ala catwalk sambil mengangkat poster menyindir. Salah satunya bertuliskan, 'Created by the poor stolen by the rich'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keterangan resminya kemarin, Koordinator Pemeriksa Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham Agung Indriyanto mengatakan ada lebih dari satu pihak yang mendaftarkan merek tersebut. Ia menyatakan pendaftaran merek itu saat ini masih tahap publikasi sebelum masuk ke proses sebelumnya.
"Jika kedua permohonan tersebut telah masuk pada masa publikasi, semua pihak dapat mengajukan keberatan terhadap permohonan pendaftaran merek tersebut. Setelah masa publikasi, kedua merek tersebut masih akan menempuh beberapa tahapan sampai akhirnya resmi didaftar," demikian tertulis dalam keterangan DJKI.
Dosen Hukum Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Indonesia Henny Marlyna mengungkap masyarakat dapat mengajukan protes atau keberatan dalam proses permohonan pendaftaran merek. Cara menyampaikan keberatan itu, sambungnya, pun telah diatur secara spesifik dalam UU Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang (UU) Merek dan Indikasi Geografis, jelas Henny, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis pada masa pengumuman tersebut.
"Setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri atas Permohonan pendaftaran merek yang bersangkutan dengan dikenai biaya serta menyebutkan alasan yang cukup disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah Merek yang berdasarkan Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis tidak dapat didaftar atau ditolak," jelas Henny kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/7) malam.
Pasal 16 itu terdapat tiga ayat yang mengatur ke siapa keberatan dilayangkan, materi keberatan, hingga tenggat waktunya.
Pasal 16 |
1. Dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri atas Permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. 2. Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat diajukan jika terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa Merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah 3. Dalam hal terdapat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan, salinan surat yang berisikan keberatan tersebut dikirimkan kepada Pemohon atau Kuasanya. |
Henny menerangkan masa publikasi pendaftaran merek itu diatur secara spesifik pada UU 20/2016 Pasal 14.
Dalam Pasal 14 Ayat 1 ditulis, menteri harus mengumumkan pendaftaran tersebut paling lama 15 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan. Kemudian pada Pasal 14 Ayat 2 ditulis masa pengumuman itu berlangsung dua bulan. Pasal 14 ayat 2 itu tak membatasi tenggat waktu masa pengumuman dengan batasan hari kerja.
"Masa publikasi adalah 2 bulan," kata Henny.
Pada undang-undang itu diatur pula bahwa pendaftar bisa mengajukan sanggahan atas keberatan yang diberikan. Cara dan tenggat waktunya diatur secara spesifik pada Pasal 17 ayat 1 dan 2 UU Merek dan Indikasi Geografis.
Pasal 17 |
1. Pemohon atau Kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 2. Sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak ranggal Pengiriman salinan keberatan yang disampaikan oleh Menteri. |
Henny menerangkan asas dalam pendaftaran merek adalah prinsip first to file. Artinya, sambung dia, siapa yang mendaftarkan merek lebih dulu, maka ia yang memiliki kemungkinan menjadi pemegang merek.
Namun pada UU 20/2016 diatur pula merek merek yang tidak dapat didaftar atau harus ditolak. Hal tersebut diatur pada Pasal 20-22 UU 20/2016.
Pada Pasal 20 diatur merek yang tak dapat didaftar adalah jika:
a. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
c. memuat. unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
e. tidak memiliki daya pembeda; dan/atau
f. merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Baca halaman selanjutnya untuk mengetahui syarat daftar merek ditolak.