Mahfud Beber Alasan Pemerintah Buka Jalur Tuntaskan HAM Non-Yudisial

CNN Indonesia
Jumat, 19 Agu 2022 06:40 WIB
Mahfud MD menyatakan penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM masa lalu dilakukan lantaran penyelesaian secara yudisial selalu menemukan kendala.
Mahfud MD menyatakan penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM masa lalu dilakukan lantaran penyelesaian secara yudisial selalu menemukan kendala. (ANTARA FOTO/RENO ESNIR)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM masa lalu dilakukan lantaran penyelesaian secara yudisial selalu menemukan kendala.

Menurut Mahfud, dalam penyelesaian secara yudisial Komnas HAM kerap kali tak dapat menunjukkan bukti yang cukup sehingga kasus pelanggaran berakhir dengan dibebaskan terduga pelaku.

"Adapun yang yudisial itu kan sudah berjalan, yang Timor-Timor sudah diadili semua, 34 orang dibebaskan oleh MA karena Komnas HAM juga tidak bisa melengkapi bukti-bukti yang bisa meyakinkan hakim," ujar Mahfud dalam keterangan resmi yang diunggah di Youtube Kemenko Polhukam RI, Kamis (18/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Komnas HAM selalu merasa sudah cukup, padahal Kejaksaan Agung kalah kalau tidak diperbaiki (kelengkapan bukti). Sudahlah yang seperti itu dari pada bolak-balik Kejagung-Komnas dan DPR, kita buka yang jalur non-yudisial ini sebagai pengganti KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi), kalau nunggu KKR Undang-undang lagi tidak jadi-jadi, sementara kita harus segara berbuat," jelas Mahfud.

Mahfud juga tak mempersoalkan adanya kritik mengenai keputusan presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang baru diteken Presiden Joko Widodo.

"Soal kritik biasalah saya senang ada kritik, saya tidak apa-apa. Kritik akan didengar dan dilaksanakan, anda boleh cek transparan masalah pelanggaran HAM berat kita selesaikan baik-baik," ungkap Mahfud.

Mekanisme non-yudisial sejak lama dikritik oleh kalangan sipil karena dapat dijadikan alibi pemerintah untuk tidak memproses kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial.

Mereka ingin, semua kasus pelanggaran HAM berat diproses secara hukum di pengadilan.

Pada kasus Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 misalnya, Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Fauzan Raisal Misrawi menegaskan pihaknya ingin kasus tersebut diselesaikan di jalur yudisial atau lewat pengadilan.

"Yang kami inginkan adalah jalur yudisial di sini, bukan non-yudisial untuk menuntaskan pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan II ini," ujar Fauzan saat dihubungi, Rabu (18/5).

(tim/isn)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER