Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wadhana buka suara ihwal polemik revitalisasi Halte Bundaran Hotel Indonesia (HI) yang dianggap mengganggu pemandangan Monumen Selamat Datang.
Menurut Iwan revitalisasi Halte Bundaran HI yang dipermasalahkan hanya sebatas dari segi pemandangan, bukan mengganggu posisi kawasan Bundaran HI sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).
"Ini khawatirnya dari segi view saja kan, kalau saya melihatnya seperti itu. Secara visual, tapi kan tidak mengganggu posisi kawasan sebagai cagar budayanya itu," ungkap Iwan di Balai Kota Jakarta, Jumat (30/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iwan memastikan bahwa revitalisasi Halte Bundaran HI dapat berlanjut atau tak perlu dihentikan. Ia mengklaim Transjakarta juga sudah melalui berbagai pertimbangan sebelum merevitalisasi halte.
"Apa yang sudah dijalankan Transjakarta juga mempertimbangkan banyak hal, maka konsekuensinya yang sudah dijalankan Transjakarta, diteruskan oleh Transjakarta," jelas dia.
Sebagai informasi, Halte Bundaran HI merupakan salah satu yang mengalami revitalisasi di antara puluhan Halte Transjakarta di DKI.
Pada 15 Maret lalu, Dirut PT Transjakarta M Yana Aditya di Gedung DPRD DKI mengatakan pihaknya akan merevitalisasi 46 halte tahun ini dengan anggaran sekitar Rp600 miliar.
Yana kala itu biang dana revitalisasi halte itu bersumber dari internal perusahaan.
"Kita harapkan sebelum triwulan ketiga sudah selesai separuhnya," kata dia kala itu seperti dikutip dari Antara.
Dari gambar maket yang pernah ditampilkan, Halte Bundaran HI menjadi salah satu yang direvitalisasi dengan bentuk ikonik atau instagramable. Halte itu bakal memiliki dua lantai yang dilengkapi 'sky deck view'.
Hal ini lantas menuai polemik setelah sejarawan JJ Rizal memprotes revitalisasi Halte Transjakarta Tosari dan Bundaran HI. Rizal bahkan meminta proses revitalisasi itu dihentikan.
Rizal beralasan pembangunan dua halte tersebut justru merusak pandangan ke Monumen Selamat Datang warisan Presiden RI pertama Soekarno dan Gubernur DKI saat itu, Henk Ngantung.
(dmi/isn)