Fakta-Fakta Tragedi Kanjuruhan Tewaskan 125 Orang, Ratusan Terluka

CNN Indonesia
Senin, 03 Okt 2022 07:20 WIB
suporter Arema FC berkumpul di area parkir Stadion Kanjuruhan sebagai aksi simpatik untuk korban Tragedi Kanjuruhan, Malang, Minggu (2/10). (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menewaskan ratusan suporter Arema atau Aremania menjadi sebuah bencana yang mengerikan bagi Indonesia, khususnya pecinta sepak bola, Sabtu (1/10) malam.

Di tingkat global, jumlah kematian Tragedi Kanjuruhan sejauh ini menjadi 'tiga besar bencana sepak bola' setelah mimpi buruk yang terjadi di Lima, Peru pada 1964 silam dan Ghana pada 2001 lalu. Jumlah korban yang banyak itu pun sama-sama diduga akibat penggunaan gas air mata di dalam stadion yang digunakan aparat untuk membubarkan massa.

Di Kanjuruhan, tragedi yang terjadi setelah Arema FC selaku tuan rumah dikalahkan Persebaya dengan skor 2-3, penanganan kerusuhan oleh aparat dengan menggunakan gas air mata di dalam stadion menuai kritikan tajam. Pasalnya, FIFA saja di dalam aturannya telah menekankan larangan penggunaan senjata api dan gas (crowd gas).

Hingga kemarin siang, korban tewas dalam Tragedi Kanjuruhan sebelumnya disebut mencapai 174 orang. Namun, belakangan pemerintah dan kepolisian meralatnya jadi 125 suporter dengan dalih diduga ada pencatatan ganda korban.

CNNIndonesia.com merangkum sejumlah fakta dari tragedi Kanjuruhan yang telah mendapatkan perhatian global tersebut:

Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan Versi Polisi

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan terdapat 125 orang tewas dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Data itu merujuk pada identifikasi akhir dari Tim Disaster Victim Identification (DVI) dan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten dan Kota Malang.

"Konfirmasi saat ini terverifikasi meninggal dunia dari awal informasi 129, saat ini data terakhir hasil pengecekan DVI dan Dinkes jumlahnya 125 orang," ujar Listyo di Stadion Kanjuruhan, Malang, Minggu (2/10) malam.

Listyo menjelaskan berkurangnya jumlah korban meninggal dunia disebabkan oleh data ganda. Adapun Tim DVI Mabes Polri dikerahkan untuk mengidentifikasi ratusan korban tragedi di Stadion Kanjuruhan tersebut.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten dan Kota Malang menyatakan jumlah korban tewas dalam peristiwa dimaksud mencapai 131 orang. Data itu berdasarkan laporan pada Minggu (2/10) hingga pukul 14.53 WIB.

Sedangkan BPBD Provinsi Jawa Timur menyatakan ada 174 orang meninggal dunia. Data itu diperoleh BPBD Provinsi Jawa Timur pada Minggu hingga pukul 10.30 WIB.

Kekinian, Menko PMK Muhadjir Effendy mengonfirmasi angka korban tewas yang disebutkan kepolisian yakni 125 jiwa.

"Hasil akhir dari korban yang sudah diverifikasi semua pihak termasuk Polri dan penyelenggara ada 448 korban," kata Muhadjir usai rapat koordinasi di Pendopo Panji, Kepanjen, Malang, Senin (3/10), seperti dikutip detikcom.

Muhadjir kemudian menjabarkan dari total korban tersebut, 125 orang meninggal dunia, 302 orang mengalami luka ringan, dan 21 orang menderita luka berat.

Ia berharap dengan pernyataannya, tak ada lagi simpang siur informasi mengenai korban tragedi Kanjuruhan Malang tersebut.

Gas Air Mata

Salah satu yang menjadi sorotan hingga diduga menjadi penyebab ratusan korban Tragedi Kanjuruhan adalah penggunaan gas air mata oleh kepolisian di dalam stadion yang sesak. Polisi dikritisi karena menembakkan gas air mata, bukan hanya ke lapangan yang suporter turun, tetapi juga ke tribun penonton.

Organisasi sepak bola dunia, FIFA, bahkan di dalam aturannya telah jelas melarang gas air mata dan senjata api untuk penanganan massa di dalam stadion.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan pihaknya bakal mengaudit penggunaan gas air mata dalam mengatasi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.

"Tentunya tim akan mendalami terkait SOP dan tahapan-tahapan yang telah dilakukan oleh satgas ataupun tim pengamanan yang melaksanakan tugas pada saat pelaksanaan pertandingan," kata Listyo.

Penggunaan gas air mata oleh aparat di dalam stadion mendapat sorotan tajam. Pasalnya, gas air mata tidak boleh digunakan untuk meredam massa di dalam pertandingan sepak bola sebagaimana diatur dalam ketentuan FIFA pada Bab III dan Pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan.

Polisi berdalih gas air mata dikeluarkan untuk mereda kericuhan suporter. Polisi bukan hanya menembakkan gas air mata ke arah suporter yang masuk ke lapangan, tetapi juga ke tribun penonton yang kemudian memicu kepanikan.

"Karena gas air mata itu, mereka [massa] pergi ke luar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan. Dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen," tutur Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta seperti dikutip dari Antara, Minggu.

Menko Polhukam Mahfud MD pada saat yang sama secara terpisah menyatakan penggunaan gas air mata seusai pertandingan Arema FC melawan Persebaya semata-mata karena penonton mengejar pemain. Ia menyatakan polisi menembakkan gas air mata agar situasi kembali kondusif.

"Ada yang mengejar Arema karena merasa kok kalah. Ada yang kejar Persebaya. Sudah dievakuasi ke tempat aman. Semakin lama semakin banyak, kalau tidak pakai gas air mata aparat kewalahan, akhirnya disemprotkan," terang Mahfud.

Penonton di Tribun Panik oleh Gas Air Mata

BPBD Provinsi Jawa Timur mengungkapkan massa penonton Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, termasuk di tribun penonton, mencoba menjauh menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi. Salah satunya, mereka mencoba keluar dari pintu keluar tribun yang tak cukup besar untuk menampung sekaligus penonton keluar.

Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Timur Budi Santosa menyebut para penonton yang berlarian itu akhirnya menyebabkan situasi kacau hingga terdorong dan ada juga yang terinjak penonton lain.

"Dari tembakan gas air mata itu suporter yang mencoba menghindar harus mengorbankan penonton lain dengan menginjak-injak guna menyelamatkan diri dan banyak dari penonton yang mengalami sesak napas akibat asap gas air mata," kata Budi.

Sejarah dalam Sepak Bola Dunia

Tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang ini menjadi kejadian paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.

Dengan jumlah korban tewas tersebut, tragedi ini langsung menempati urutan ketiga daftar kejadian paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.

Tragedi Stadion Kanjuruhan berada di bawah peristiwa mematikan di Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru, 24 Mei 1964, dengan 328 orang tewas dan Accra Sports Stadium Disaster, Accra, Ghana, 9 Mei 2001, dengan 126 orang tewas.

Jumlah korban tewas dalam peristiwa mematikan di Stadion Kanjuruhan melewati tragedi Hillsborough di Inggris pada 15 April 1989 silam dengan 96 orang tewas. Tragedi Hillsborough bisa dikatakan hampir serupa dengan yang terjadi di Kanjuruhan, di mana rangkaian maut di dalam stadion bukan akibat bentrok antarsuporter.

Upaya keluarga korban dan publik Liverpool menuntut keadilan atas Tragedi Hillsborough itu pun berlangsung bertahun-tahun, hingga akhirnya menyeret kepolisian sebagai pihak yang bersalah. Vonis yang dijatuhkan di tahun 2016 ini juga menjadi kemenangan bagi pihak keluarga korban dan publik tim bola Liverpool lewat gerakan 'Justice For 96'.

Vonis itu berbasis pada laporan Lord Justice Taylor yang juga eks Kepala Pengadilan Inggris. Dalam laporannya, Taylor menyebut alasan utama terjadinya tragedi ini adalah kegagalan pihak polisi untuk menjaga kekondusifan situasi pralaga. Selain itu, laporan itu juga mengungkap bahwa suporter yang mabuk tidak menjadi faktor yang signifikan dari tragedi ini.

PSSI hingga Presiden Arema Minta Maaf

PSSI hingga Arema FC menyampaikan duka cita dan permohonan maaf terkait kerusuhan yang memakan ratusan korban tewas dan luka-luka di Stadion Kanjuruhan.

Dalam rilis yang dikeluarkan PSSI pada Minggu (2/10) dini hari, korban meninggal dari tragedi Kanjuruhan berasal dari suporter dan aparat kepolisian.

Arema FC terancam dijatuhi sanksi berat.

"Kami berduka cita dan meminta maaf kepada keluarga korban serta semua pihak atas insiden tersebut. Untuk itu PSSI langsung membentuk tim investigasi dan segera berangkat ke Malang," kata Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan.

Sementara itu, Presiden Arema FC Gilang Widya Pramana atau Juragan 99, lewat postingan di akun Instagram @juragan_99, juga menyampaikan permintaan maaf.

"Sebagai Presiden Arema FC, saya meminta maaf yang tulus kepada seluruh warga malang raya yang terdampak atas kejadian ini, saya sangat prihatin dan mengutuk keras kerusuhan di stadion Kanjuruhan yang mengakibatkan seratusan lebih korban jiwa," tulis Gilang.

Baca halaman selanjutnya...

Rekomendasi Kepolisian Tak Didengar Operator Liga


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :