ANALISIS

Bahaya Siasat Pilkada Lewat DPRD

CNN Indonesia
Rabu, 12 Okt 2022 07:39 WIB
Wacana agar Pilkada dipilih lewat DPRD kembali mengemuka. MPR dan Dewan Pertimbangan Presiden sudah intens membahas persoalan ini.
Pilkada melalui DPRD dikhawatirkan melanggengkan kelompok oligarki. Foto: CNN Indonesia/Safir Makki

Ia menambahkan dalih Pilkada langsung memunculkan praktik korupsi di daerah adalah penilaian keliru. Sebab, menurut dia, Pilkada lewat DPRD juga tak menjamin akan bebas dari praktik kotor dan jahat tersebut.

Nisa menegaskan yang harus diperbaiki adalah tahap pencalonan kepala daerah yang sering kali dibantu oleh pemodal atau cukong di Pilkada. Hal itu yang membuat praktik korupsi sangat menjamur.

"Justru kalau kekhawatirannya tadi soal politik uang, kalau dipilih langsung oleh publik ada politik uang, kan kalau dipilih DPRD jadi kita bisa asumsikan ada politik uang hanya saja lingkupnya lebih kecil yang publik enggak bisa awasi. Keterlibatan publik, partisipasi publik enggak ada," tutur Nisa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau menurut kami enggak relevan kalau kemudian harus menggeser cara memilihnya dipilih oleh rakyat atau DPRD karena masalahnya pada saat pencalonannya, masalah juga di sisi model kandidasi di partai politik yang dipilih mereka yang punya modal finansial besar," tandasnya.

Nisa menegaskan Pilkada langsung oleh rakyat sudah final sebab publik punya tingkat partisipasi yang tinggi, baik dalam memilih maupun mengawasi kepala daerah.

"Iya kita harus refleksi juga memang ada masalah. Misalnya politik uang, ada uang mahar, dan lain sebagainya itu menurut saya kalau masalahnya di situ, itu yang harus diselesaikan. Bukan dengan mengubah sistemnya," pungkasnya.

Ide Jahat Merusak Konstitusi

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah memahami bahwa sistem Pilkada langsung masih ada permasalahan. Namun, menurut dia, Pilkada langsung tidak serta merta harus dihilangkan.

"Tidak dapat dihindari jika Pilkada langsung memang memiliki risiko disintegrasi sosial, tetapi tidak lantas dihilangkan," kata Dedi melalui pesan tertulis.

"Yang benar diperbaiki sistem pemilihan langsungnya, menguatkan regulasi pengawasan, termasuk memperkuat kewenangan pengawas pemilu agar lebih berdampak pada penertiban pemilihan," imbuhnya.

Ia menilai wacana peniadaan Pilkada langsung dan menggantinya lewat DPRD merupakan suatu kejahatan yang merusak konstitusi.

"Jika kemudian pemerintah, parlemen, mengupayakan peniadaan Pilkada langsung, jelas ini upaya kriminal, tidak saja merusak konstitusi tetapi juga merusak hak politik warga negara. Mewacanakan peniadaan Pilkada langsung sudah masuk kategori kejahatan," kata Dedi.

Ia pun mengkritik dalih penghematan di balik wacana Pilkada lewat DPRD.

"Justru yang lebih tepat ditiadakan adalah DPRD Provinsi, baik proses pemilihannya maupun keberadaan lembaganya. Ini jelas menghemat biaya pemilihan dan anggaran negara," kata Dedi.

"Sementara soal Pilkada langsung harus tetap dijalankan. Sebaliknya daerah istimewa yang saat ini tidak ada Pilkada justru layak dihapus agar tidak ada dikotomi," sambungnya.

Dedi turut memberikan catatan ke lembaga legislatif terkait pelaksanaan Pilkada langsung.

"DPR seharusnya membuat regulasi lebih kuat, semisal sanksi pelanggar pemilihan, diskualifikasi kandidat yang terbukti tidak jujur, baik administratif maupun praktik kampanye," tutur dia.

Rekomendasi KPK Bantu Parpol

KPK melalui Tim Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) telah merekomendasikan pemerintah untuk meningkatkan bantuan dana bagi partai politik (parpol).

Upaya itu dilakukan dengan maksud mengatasi praktik korupsi kepala daerah akibat biaya politik tinggi.

Pada tahun ini, anggaran negara melalui APBN yang digelontorkan untuk parpol sebesar Rp126 miliar. Rinciannya, parpol di pusat mendapat Rp1.000/satu suara dan Rp1.200/satu suara bagi parpol di daerah dengan APBD. Jumlah itu masih cenderung kecil bila dibandingkan dengan biaya operasional parpol.

Berdasarkan hasil kajian KPK bersama LIPI, baseline kebutuhan operasional parpol pada tahun 2023 adalah Rp16.922/suara. Artinya, bantuan keuangan yang bisa diberikan negara sebesar 50 persen atau setara dengan Rp8.461/suara.

Dengan bantuan itu, parpol dimungkinkan mempunyai pendanaan yang lebih sehat sehingga mengurangi risiko korupsi.

"Penambahan dana parpol memiliki urgensi tersendiri dalam rangka menyongsong Pemilu 2024," kata Koordinator Harian Stranas PK Niken Ariati dalam bincang-bincang bertajuk "Cegah Korupsi Politik, Anak Muda Bisa Apa?" di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (24/8).

(ryn/dal)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER