Keluarga Korban Bantah Klaim Kemenkop soal Kasus Pelecehan Seksual PNS

CNN Indonesia
Selasa, 25 Okt 2022 14:16 WIB
Keluarga korban kekerasan seksual di lingkungan Kemenkop UKM membantah semua klaim kementerian. Kemenkop dinilai tak berempati.
Ilustrasi kekerasan seksual. (Foto: Istockphoto/iweta0077)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tim Advokasi dan Komunikasi Publik Kasus Korban Pemerkosaan di Kementerian Koperasi dan UKM (TAKON Kemenkop) mewakili pihak keluarga membantah klaim yang disampaikan Kemenkop UKM soal kasus pelecehan seksual yang terjadi di antara para pegawai negeri sipil (PNS).

Pihak keluarga menyoroti ide pernikahan pelaku dengan korban. Menurut keluarga, yang mendorong ide ini adalah kepolisian, bukan dari keluarga atau orang tua korban.

Koordinator TAKON Kemenkop Kustiah Hasim mengatakan pernikahan ini yang akhirnya menjadi dasar penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polresta Bogor. Sementara itu, pihak keluarga korban tidak pernah mengetahui soal SP3 tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Keluarga korban N mengaku ide pernikahan itu justru disampaikan pihak kepolisian bukan oleh mereka. Keluarga korban dan korban bahkan tidak tahu pernikahan ini akhirnya menjadi alasan penghentian dan penerbitan SP3," ujar Kustiah dalam keterangan tertulis, Selasa (25/10).

Lalu, keluarga menyoroti soal pernyataan pengunduran diri korban. Kustiah mengatakan kakak korban telah memastikan korban tidak pernah membuat surat tersebut.

Kakak korban, kata Kustiah, malah menanyakan alasan korban tidak dipekerjakan lagi di Kemenkop UKM.

"Korban tidak pernah membuat surat (pengunduran diri) tersebut. Perusahaan tempat korban bekerja sekarang bahkan diminta dibuatkan slip gaji palsu korban untuk memuluskan skenario jahat pengunduran diri," kata dia.

Kemudian, terkait surat permintaan keringanan pengenaan sanksi bagi pelaku yang diklaim dibuat orang tua korban. Ia menegaskan bahwa orang tua korban mengaku tidak pernah membuat surat tersebut.

Kustiah mengungkapkan hal yang terjadi adalah sejumlah pejabat Kemenkop UKM justru melakukan intimidasi kepada keluarga korban. Tak hanya itu, mereka juga meminta pelaku dibebaskan.

"Kakak korban menjelaskan ayah korban tidak membuat surat (permintaan keringanan pengenaan sanksi) ke Sesmen. Jadi sejumlah pernyataan ini membantah klaim yang disampaikan pihak Kemenkop UKM," ujarnya.

Oleh karena itu, koalisi publik ini menilai pihak Kemenkop UKM mestinya menghentikan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan korban dan keluarga korban.

Sebab, pernyataan tersebut justru menunjukkan institusi yang dipimpin Menteri Teten Masduki itu seolah-olah tidak memiliki empati terhadap korban. Selain itu, Kemenkop UKM juga seakan tidak berupaya untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal terhadap pelaku.

Sebelumnya, Kemenkop UKM menyampaikan penjelasan soal kasus pelecehan seksual yang terjadi di antara PNS di lingkungan Kemenkop UKM. Kejadian tersebut terjadi di Bogor, Jawa Barat, pada 2019 lalu.

Sekretaris Kemenkop UKM Arif Rahman Hakim mengatakan kejadian bermula saat kementerian menggelar rapat di luar kantor (RDK) di Bogor pada 5 hingga 6 Desember 2019.

Arif mengatakan empat pelaku dalam perkara ini, yakni WH, ZP, MF, NN. WH merupakan PNS golongan 2C, ZP adalah CPNS, MF dan NN merupakan tenaga honorer. Sementara korban berinisial ND.

Arif menjelaskan pihaknya telah memberikan sanksi terhadap pelaku, mulai dari pemberhentian kontrak untuk dua tenaga honorer dan penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun untuk dua lainnya.

Arif pun mengatakan korban mengajukan surat pengunduran diri pada 3 Maret 2020. Kemenkop UKM kemudian mencarikan pekerjaan untuknya di tempat lain.

Pada 5 Maret, pihak kepolisian menangguhkan penahanan keempat pelaku dan dilakukan upaya perdamaian antara keluarga korban dan pelaku. Lalu, ZP dan ND pun menikah pada 13 Maret 2020.

"Setelah tercapai kesepakatan antara keluarga korban dan terduga pelaku untuk diselesaikan secara kekeluargaan, selanjutnya Pihak Kepolisian menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan Nomor: S.PPP/813.b/III/RES.1.24/2020 tertanggal 18 Maret 2020," jelas Arif.

Kemudian pada tanggal 31 Maret 2020, orang tua korban mengirimkan surat kepada Sekretaris Kemenkop UKM yang menyatakan telah dilakukan mediasi dan menemukan kesepakatan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.

Pihak korban lalu disebut mencabut laporan kepolisian. Karena itu, kasus ini dianggap selesai.

(pop/tsa)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER