ANALISIS

Kode Keras di Balik Rombongan Eks Kapolri Turun Gunung Temui Listyo

CNN Indonesia
Jumat, 28 Okt 2022 08:18 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo didatangi tujuh mantan Kapolri yang sudah pensiun (Foto: ANTARA FOTO/FAJAR ALI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tujuh mantan Kapolri mendatangi Mabes Polri untuk bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Kamis (27/10). Pertemuan itu untuk menunjukkan keprihatinan jajaran purnawirawan Polri atas rentetan peristiwa yang sedang dihadapi Korps Bhayangkara.

Para purnawirawan jenderal eks Kapolri yang datang itu adalah Roesmanhadi (1998-2000), Chairudin Ismail (2001), Da'i Bachtiar(2001-2005), Sutanto (2005-2008), Bambang Hendarso Danuri (2008-2010), Timur Pradopo (2010-2013), dan Badrodin Haiti (2015-2016).

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai 'turun gunung' ketujuh mantan Kapolri itu sebagai sebuah kode keras kepada Listyo bahwa terdapat masalah sangat krusial dalam institusi Polri yang harus segera dibenahi.

Kunjungan itu juga sebagai bentuk dukungan dan dorongan eks Kapolri kepada Listyo agar segera melakukan kebijakan konkret untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap Polri yang mulai merosot belakangan ini. Bambang pun berpendapat Listyo tak punya pilihan lain selain segera mereformasi kepolisian.

"Bahkan Presiden sendiri beberapa hari lalu sudah pasang badan untuk memberi dukungan moril pada Kapolri dan jajarannya, dengan mengumpulkan semua Kasatwil di seluruh Indonesia. Jadi dukungan seperti apa lagi yang diperlukan Kapolri untuk melakukan pembenahan institusinya?" kata Bambang kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/10).

Bambang menyebut institusi Polri telah menjadi sorotan publik dalam 3-4 bulan terakhir ini karena banyaknya masalah. Apalagi masalah tersebut malah datang dari petinggi-petinggi Polri.

Contohnya kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang didalangi oleh mantan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo hingga melibatkan banyak petinggi dan anggota lain. Kemudian kasus Irjen Teddy Minahasa sebagai tersangka kasus peredaran narkoba, hingga tragedi Kanjuruhan Malang.

Menurut Bambang, kondisi menunjukkan bahwa ada sistem yang keliru dalam tubuh Polri. Masyarakat pun mulai membenarkan asumsi bahwa selama ini perwira tinggi Polri hasil produksi dari kedekatan-kedekatan dengan pucuk pimpinan atau hasil lobi-lobi politik.

"Dengan kata lain menyalahkan personal atau pelaku yang menjalankan sistem, dan pelakunya siapa? Tentu bukan para bawahan, tetapi atasan-atasan atau perwira tinggi termasuk Kapolri. Kalau demikian harus ada evaluasi untuk petinggi-petinggi di tubuh Kepolisian," kata dia.

Bambang pun menilai Listyo tak boleh menganggap remeh seluruh 'peringatan' yang dilayangkan kepadanya dalam beberapa waktu belakangan ini. Pilihan Listyo, lanjut Bambang, adalah membenahi secara total institusi Polri sebelum tingkat kepercayaan masyarakat pada Polri luntur sepenuhnya.

"Kalau tetap tak bergerak, sementara reformasi kepolisian harus terus berjalan, artinya presiden sebagai kepala negara harus segera melakukan evaluasi pada pejabat Kapolri sendiri," ujar Bambang.

Baca selengkapnya di halaman berikutnya.

Segera Reformasi Tubuh Polri


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :