ANALISIS

Sebulan Tragedi Kanjuruhan: Tak Ada yang Peduli Tim Bentukan Jokowi

CNN Indonesia
Selasa, 01 Nov 2022 06:59 WIB
Tepat sebulan Tragedi Kanjuruhan berlalu, belum ada pihak dalam peristiwa tersebut mematuhi rekomendasi TGIPF yang dibentuk atas perintah Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi saat berlari di Stadion Kanjuruhan. Hari ini (1/11) genap satu bulan peristiwa kelam di stadion yang merenggut nyawa 135 orang. Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Jakarta, CNN Indonesia --

Tepat sebulan Tragedi Kanjuruhan berlalu, belum ada pihak dalam peristiwa tersebut mematuhi rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF yang dibentuk atas perintah Presiden Jokowi.

1 Oktober lalu, mimpi buruk bagi dunia sepak bola Indonesia terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang usai pertandingan Liga 1 antara Arema FC Vs Persebaya. Ratusan supporter harus meregang nyawa imbas tembakan gas air mata bertubi-tubi dari aparat, sesak nafas dan berdesak-desakkan keluar stadion.

Tragedi Kanjuruhan tidak sekadar menjadi perhatian di dalam negeri, tapi sudah menjadi sorotan di mata dunia. Tragedi ini tergolong 'tiga besar bencana sepak bola', setelah bencana kemanusiaan serupa terjadi di Lima, Peru pada 1964 silam dan Ghana pada 2001 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah membentuk TGIPF untuk melakukan investigasi yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Hasil investigasi TGIPF rampung lebih awal pada pada Jumat (14/10) atau 14 hari setelah insiden terjadi. Temuannya, TGIPF meyakini bahwa penyebab ratusan orang berjatuhan adalah gas air mata yang ditembakkan oleh aparat.

TGIPF mengatakan PSSI tidak melakukan sosialisasi/ pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan.

TGIPF juga mengeluarkan salah satu rekomendasi adalah Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif harus mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral. Mereka juga meminta adanya proses hukum pidana bagi pihak pihak yang terbukti bersalah.

Laporan TGIPF setebal 124 halaman itu kini hanya teronggok di meja kerja Presiden Jokowi di Istana.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai sejauh ini belum ada yang sepenuh hati menggubris rekomendasi TGIPF tragedi kanjuruhan.

"Ini masih separuh-separuh jalaninnya. Mestinya menyeluruh. Ini kan sudah dilihat sebagai peristiwa nasional. Harus ditindaklanjuti," kata Fickar kepada CNNIndonesia.com, Senin (31/10).

Fickar mencontohkan belum ada satu pun pengurus PSSI yang mengundurkan diri dari jabatannya. Padahal rekomendasi TGIPF meminta agar Ketum PSSI mengundurkan diri.

Ia juga menyoroti pihak kepolisian yang belum ada pernyataan akan mematuhi semua rekomendasi TGIPF. Polisi, kata dia, mestinya memiliki kemampuan untuk mengusut para pihak terkait. Salah satunya panitia dan penanggung jawab keamanan.

"Pihak yang harus follow up, harus di follow up. Kalau memang enggak mau ini, ya di copot aja pejabat yang enggak mau tanggung jawab ini, diganti baru," kata dia.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Aparat Paling Bertanggung Jawab, Jokowi Mesti Turun Tangan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER