Zullies mengatakan uji kimiawi terhadap produk jadi obat dengan kadar yang sangat kecil seperti cemaran EG dan DEG memang berbiaya mahal dan membutuhkan alat yang mumpuni.
Namun berkaca dengan kasus GGAPA yang terjadi saat ini, menurutnya pengujian kadar cemaran dalam produk jadi obat menjadi langkah pengawasan yang harus dilakukan BPOM.
"Selama ini memang kayaknya tidak terpikir, setelah kejadian ini baru, oh iya ya, ini bahaya juga. Karena itu (cemaran EG dan DEG) bukan sesuatu yang diukur di akhir produk," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu, Zullies memandang kasus ini seharusnya dapat dijadikan momentum bagi BPOM untuk memperkuat regulasi pengawasan kepada produk jadi.
"Kalau sekarang itu dianggap penting, maka harus dibuat aturannya. Karena selama ini memang belum ada aturannya," jelasnya.
"Kalau mau dikatakan kendur tapi selama ini memang tidak diatur mau gimana. Selama ini walaupun kencang pengawasannya, tapi bukan itu yang diukur masalahnya, jadi tidak ketahuan," imbuhnya.
Senada dengan Zullies, Dicky memandang BPOM juga perlu melakukan audit terhadap proses perizinan hingga pengawasan obat yang selama ini telah dilakukan.
Menurutnya, hal tersebut wajib dilakukan BPOM guna meminimalisir celah-celah yang mungkin ada dan dapat menyebabkan kejadian serupa di masa depan.
"Jadi ini harus diperbaiki, harus ada audit proses untuk mencari kelemahan dan yang harus diperbaiki dalam prosesnya," tuturnya.
"Karena produk akhir yang ada di masyarakat tidak bisa hanya dipercayakan bahwa itu sudah pasti sesuai standar dan prosedur yang ada," pungkasnya.