Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fraksi Demokrat Hinca Panjaitan meminta Polri memeriksa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait obat sirop yang menyebabkan penyakit gagal ginjal akut.
Menurutnya, BPOM telah lalai sehingga ada obat mengandung senyawa berbahaya yang beredar di masyarakat.
"Saya minta Mabes Polri memeriksa BPOM, karena dia wasitnya, dia pengawasnya. BPOM lalai melakukan tugasnya atau barangkali pembiaran melakukan tugas yang seharusnya mengawasi ternyata jebol, saya minta polri memeriksa BPOM dalam melakukan tugasnya," kata Hinca dalam keterangan tertulis, Jumat (4/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut BPOM telah cuci tangan dan membebankan kesalahan terhadap produsen obat. Menurut Hinca, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Sebab, yang menjadi persoalan adalah bahan baku yang digunakan sebagai bahan pelarut obat hingga kini masih belum diketahui.
Ia menekankan agar BPOM bertanggung jawab dan segera mengambil langkah yakni dengan menghentikan dan melakukan investigasi terkait bahan baku obat yang mengakibatkan ratusan anak meninggal dunia.
"Segera bentuk tim pencari fakta independen dan BPOM harus keluar dari situ supaya fair karena ini sesuatu yang berat sekali karena menelan korban hingga ratusan," ujarnya.
Selain itu, polisi juga diminta untuk melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan pemasok bahan baku obat.
Ia mengatakan pidana yang telah diterapkan kepada produsen obat seharusnya juga diterapkan kepada perusahaan pemasok lantaran dengan sengaja mengimpor bahan baku tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan BPOM.
Hinca menilai masuk akal apabila WHO menekan pemerintah Indonesia untuk menyatakan bahwa kasus Gagal Ginjal Akut merupakan kejadian luar biasa (KLB).
"Bukan semata obatnya tapi bahan bakunya itu dapat berakibat banyak produk gunakan bahan baku itu yang setelah dicek labnya ternyata lebihi ambang batas yang oleh BPOM selama ini tidak dilakukan karena dianggap universal standar," kata dia.
BPOM sebelumnya menyinggung kejahatan kemanusiaan dalam dugaan bahan baku pelarut Propilen Glikol (PG) dan produk obat jadi yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas sebagai penyebab kematian kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGPA) di Indonesia.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan apabila dugaan itu terbukti, harus ada efek jera bagi industri farmasi yang bermain-main dalam produksi obat sirop mereka.
"Dalam hal ini kami ingin menggarisbawahi, apabila memang ada kausalitas nanti terbukti adanya kaitan antara obat dan juga kejadian kematian. Ini adalah satu bentuk kejahatan obat, artinya kejahatan kemanusiaan," kata Penny dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Jakarta, Rabu (2/11).
Penny mengatakan pihaknya memang diamanatkan undang-undang jadi otoritas pengawas obat-obatan, namun dia berdalih ketika itu dikaitkan dengan temuan kandungan PG dan polietilenglikol( PEG). Menurutnya pemeriksaan dan pengawasan kandungan itu bukanlah wewenang pihaknya.
"Bahan baku pada umumnya masuk melalui SKI BPOM. Khusus untuk pelarut PG dan PEG ini masuknya tidak melalui SKI BPOM, tapi melalui Kementerian Perdagangan, non larangan dan pembatasan (lartas)," katanya.
Selain itu, BPOM bersama Bareskrim Polri telah menindaklanjuti temuan hasil pengawasan dengan melakukan operasi bersama terhadap tiga industri farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) dan PT Universal Pharmaceutical Industries (PT Universal) serta PT Afi Farma.
Perusahaan farmasi tersebut diduga menggunakan EG dan DEG melebihi ambang batas dalam produksi obat sirop. Cemaran EG dan DEG dalam obat sirop yang mereka buat disebut melebihi ambang batas yang ditentukan BPOM yaitu 48 mg/ml atau 100 kali lipatnya.
Namun PT Yarindo Farmatama sebagai produsen obat Flurin dan Unibebi membantah keras tudingan BPOM. Mereka beralasan, seluruh produknya telah lulus izin edar yang dikeluarkan BPOM pimpinan Penny Lukito tersebut.
(ina/bmw)