Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Muhammad Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/11) pagi ini.
Nama Guntur di lingkungan Mahkamah Konstitusi (MK) sebetulnya sudah tak asing. Ia sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal MK sejak tahun 2015 lalu.
Guntur merupakan pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1965. Ia menempuh pendidikan tinggi dengan mendapatkan gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Hasanuddin, Makassar pada 1988.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gelar master hukum didapatkannya di Universitas Padjadjaran, Bandung pada 1995. Kemudian Ia lulus Program Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Airlangga.
Sebelum berkarier di MK, Guntur merupakan seorang akademisi di almamaternya Unhas. Ia pernah menjabat Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Unhas. Lalu, Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unhas.
Karier akademik Guntur makin moncer saat menduduki jabatan akademik Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Unhas sejak Februari 2006.
Di luar tugas akademiknya, Guntur pernah bertugas sebagai Legislative Drafter di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 2003 dan menjadi anggota Tim Ahli Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) tahun 2010.
Pada 2011-2012, Guntur menjabat sebagai Tenaga Ahli pada Direktorat Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri
Sebelum menjabat sebagai Sekjen MK, Guntur sempat menjabat sebagai Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian, Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi MK.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2017, Guntur memiliki harta kekayaan mencapai Rp4.920.239.601 (Rp4,9 miliar).
Guntur merupakan hakim MK usulan DPR. Ia dipilih untuk menggantikan hakim MK sebelumnya Aswanto yang dicopot dalam Rapat Paripurna DPR ke-7 Masa Sidang I Tahun 2022-2023 pada 29 September lalu. Aswanto dicopot DPR meski masa pensiunnya masih panjang. Alasannya, Aswanto diklaim telah menganulir undang-undang produk DPR di MK.
Pencopotan Aswanto oleh DPR mendapatkan penolakan keras dari koalisi masyarakat sipil. Koalisi menilai pencopotan Aswanto melanggar konstitusi dan undang-undang. Menurut mereka, anggota dewan hanya tengah menunjukkan sikap arogan, sewenang-wenang, dan anti-demokrasi.
LBH Jakarta misalnya, menyebut DPR telah mengangkangi hukum, melecehkan independensi, kemandirian, kebebasan kekuasaan Kehakiman serta bertindak melampaui kewenangannya usai pencopotan Aswanto.
(rzr/isn)