Tim Gabungan Aremania (TGA) menyindir sejumlah orang yang melakukan audiensi dengan polisi terkait penyidikan kasus Tragedi Kanjuruhan, di Ditreskrimum Polda Jawa Timur, Senin (28/11) kemarin.
Sejumlah orang itu, mengaku sebagai perwakilan Aremania akar rumput yang berasal dari Kabupaten Malang. Mereka bertemu dengan penyidik hingga Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jatim, yang sedang mengusut kasus Tragedi Kanjuruhan.
Pendamping Hukum TGA, Anjar Nawan Yusky mengatakan, sejumlah narasi yang dilontarkan beberapa orang yang mengaku sebagai Aremania itu, sudah berlawanan dengan wacana yang selama ini dikawal TGA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mencurigai, beberapa orang itu dihadirkan untuk menciptakan narasi bahwa seolah-olah penyidikan kasus Tragedi Kanjuruhan, sudah berjalan maksimal.
"Saya menangkapnya itu narasi yang dibangun supaya ada persepsi penyidikan sudah maksimal baiknya segera disidangkan aja supaya terang," kata Anjar saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa (29/11).
Padahal, kata Anjar, penyidikan Tragedi Kanjuruhan disebutnya masih stagnan dan jauh dari kata adil bagi korban. Hal itu dilihat dari pasal yang disangkakan ke para tersangka.
Enam tersangka Tragedi Kanjuruhan sejauh ini hanya dijerat dengan Pasal 359 KHUP dan atau Pasal 360 KUHP tentang kelalaian. Menurut TGA, seharusnya perbutan para tersangka itu pantas dijerat dengan Pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Belum lagi soal rekonstruksi yang janggal. Di mana tak ada satupun tembakan gas air mata yang dilontarkan ke arah tribune penonton saat reka adegan.
"Dengan kata lain dia [orang yang mengklaim sebagai Aremania] mengamini penerapan pasal-pasal kelalaian dalam terhadap aparat keamanan di Tragedi Kanjuruhan," ucapnya.
Tak hanya itu, Anjar menyebut, sejumlah orang yang mengklaim diri sebagai Aremania itu juga sudah melontarkan pernyataan kontraproduktif, dengan tuntutan Aremania yang disuarakan selama ini.
Pernyataan itu yakni soal proses sanksi etik kepada 20 polisi yang melanggar saat melakukan pengamanan di Stadion Kanjurugan ketika tragedi terjadi. Poin itu juga jadi salah satu hal yang disampaikan puluhan penyintas dan keluarga korban, saat ke Mabes Polri beberapa waktu lalu.
"Dia membenarkan bahwa proses etik harus menunggu hasil atau putusan pengadilan nanti. Justru ini beda dengan wacana kami (TGA) di Mabes Polri kemarin. Kami ingin proses etik berjalan beriringan dengan proses pidana," ujarnya.
"Dari proses pemeriksaan etik dapat diketahui fakta-fakta yang kalau ada unsur pidananya, bisa menjadi petunjuk untuk mengembangkan penyidikan atau temukan tersangka baru. Coba bandingkan dengan kasus Sambo. Setelah proses etik, muncul perkara dengan banyak tersangka baru," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, tujuh orang pria yang mengaku sebagai perwakilan Aremania akar rumput dari Kabupaten Malang, menemui penyidik hingga Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) di Polda Jatim, Senin (28/11).
Salah satu dari mereka, Zulham Ahmad Mubarrok mengatakan, kedatangannya ini adalah untuk meminta transparansi penyidik perihal penanganan Tragedi Kanjuruhan.
Pertama, mereka mendesak agar ada tersangka baru. Sejauh ini polisi hanya menetapkan enam tersangka dalam tragedi yang menewaskan 135 orang ini.
"Kami berharap ada tambahan tersangka baru, kemudian penanganannya lebih transparan dan terbuka," kata Zulham, usai audiensi.
Zulham menyebut, saat audiensi, pihaknya juga bertanya soal bagaimana kelanjutan proses etik terhadap 20 personel Polri yang diduga melanggar saat melakukan pengamanan di Kanjuruhan.
"Tadi dijelaskan bahwa para pelaku penembakan gas air mata sedang diproses etik. Jumlahnya ada 20 orang. Kami dorong kenapa mereka tidak ditersangkakan, kami dijelaskan panjang lebar bahwa prosesnya akan lebih terang benderang di pengadilan," ucapnya.
Karena dijanjikan akan lebih terang di pengadilan, Zulham lantas ingin Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim segera memutuskan kelengkapan berkas perkara tahap I. Sehingga dapat dilakukan pelimpahan berkas tahap II. Kemudian segera disidangkan.
"Berkas perkara sudah dilengkapi pada tanggal 21 November atau seminggu lalu. Kami berharap kejaksaan bisa memproses kasusnya jika memang sudah lengkap ya dilanjutkan. Kemudian segera ada persidangan," harapnya.
"Aremania menunggu fakta yang hanya bisa dibuka di persidangan. Perkara ini akan sangat jelas di persidangan. Sampai sekarang belum jelas. Padahal semua menunggu," tambahnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Dirmanto mengatakan, pihaknya sudah melimpahkan ulang berkas perkara tahap I Tragedi Kanjuruhan, setelah sebelumnya dinyatakan belum kengkap oleh jaksa peneliti.
"Berkas diserahkan ke kejaksaan kita tunggu. Langsung kejaksaan yang memutuskan," kata Dirmanto.