Hakim Minta Perlambat Rekaman CCTV saat Ajudan Mau Ambil Pistol Sambo
Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa meminta saksi ahli forensik dari Polri, Heri Priyanto memperlambat rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan saat ajudan Ferdy Sambo, Adzan Romer hendak membantu mengambil pistol Sambo yang terjatuh.
Rekaman CCTV saat peristiwa penembakan Brigadir J pada 8 Juli 2022 itu ditayangkan dalam persidangan dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11).
Mulanya CCTV itu memperlihatkan mobil hitam yang membawa rombongan Putri Candrawathi tiba di rumah dinas Duren Tiga. Putri bersama beberapa orang keluar dari mobil, termasuk Brigadir J.
Tak berselang lama, mobil Sambo pun tiba. Ia datang bersama dengan ajudannya yakni Adzan Romer.
Di belakang mobil Sambo, Romer dengan berpakaian serba hitam terlihat berdiri sigap. Tiba-tiba Romer berlari saat Sambo keluar dari mobil. Pada momen itu, hakim meminta agar rekaman CCTV itu diperlambat.
"Tolong video ini diperlambat selambat lambatnya. Bisa di-zoom enggak di-crop bisa enggak?" kata hakim Wahyu.
Rekaman itu memperlihatkan Romer tampak hendak memungut sesuatu, namun tak terlihat secara jelas lantaran terhalang oleh mobil Sambo.
Kemudian, Sambo terlihat berjalan memasuki rumah dinas. Ia mengenakan pakaian dinas lapangan (PDL). Dari belakang, Romer mengawal Sambo hingga masuk gerbang.
Dalam kesaksiannya, Romer mengaku sempat melihat senjata Sambo jatuh. Ia menyebut senjata itu berjenis HS.
Namun, Romer tidak bisa memastikan bahwa pistol HS yang ditunjukan jaksa dalam sidang sama dengan yang ia lihat sebelumnya.
"Saudara apakah senjata HS ini yang saudara lihat saat itu?" ujarnya.
"Saya enggak tau senjata HS yang mana. Tapi itu senjata HS," kata Romer.
Sambo Luruskan BAI Putri
Di sisi lain, Ferdy Sambo meluruskan informasi soal berita acara interogasi (BAI) istrinya, Putri Candrawathi terkait kematian Brigadir J yang dibuat oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
Hal itu disampaikan Sambo setelah mendengar kesaksian mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Rheky Nellson Soplanit di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11).
Mantan Kadiv Propam itu mengatakan bahwa kronologi kejadian dari keterangan Putri yang disampaikan kepada Polres Metro Jakarta Selatan melalui eks Wakaden B Biro Paminal Propam Polri Arif Rachman Arifin dibuat oleh Sambo sendiri.
"Kronologis keterangan Ibu PC itu bukan diterima dari istri saya tapi saya yang meneruskan ke Pak Arif," kata Sambo.
Sambo juga menyebut pada 9 Juli 2022, BAI Putri belum sempat ditandatangani karena hari sudah malam.
"Seinget saya tanggal 9 itu BAI istri saya itu belum ditandatangani karena sudah keburu malam," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Putri mengatakan bahwa dirinya menandatangi BAI pada 11 Juli lalu.
"Saya menandatangani BAI pada 11 Juli, untuk yang lain saya nggak tandatangani," katanya.
Sebelumnya, Ridwan mengatakan BAI Putri terkait kematian Brigadir J dibuat oleh penyidik Polres Jaksel dari lembaran catatan yang diberikan AKBP Arif Rachman pada 9 Juli 2022.
"FS menyampaikan ibu enggak bisa ketemu langsung, nanti saya naik dulu ke lantai atas untuk melakukan cross check dengan Bu Putri," kata Ridwan.
Sambo dan Putri didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama-sama dengan, Bharada Richard Eliezer (E), Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf.
Adapun perbuatan tersebut dilakukan keduanya di rumah dinas yang terletak di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Atas perbuatannya itu, Sambo dan Putri didakwa melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(lna/fra)