Koalisi sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bakal menggelar demonstrasi besar-besaran menolak RUU tersebut di DPR, Selasa (6/12) besok.
Hal itu disampaikan Pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referandum dalam aksi tabur bunga di depan kompleks parlemen, Senin (5/12) hari ini. Menurutnya, koalisi sipil akan menggelar demo lebih besar besok jika DPR dan pemerintah tak kunjung mencabut rencana pengesahan RKUHP di Paripurna besok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan tetap melakukan penolakan. Kami akan semakin banyak dan besar untuk datang ke DPR menolak RKUHP sampai besok," katanya.
Dalam aksinya hari ini, koalisi sipil menolak sejumlah pasal yang dianggap masih bermasalah dalam RKUHP. Mereka juga mengkritik DPR dan pemerintah yang dianggap terburu-buru soal rencana pengesahan RUU tersebut.
Menurut Citra, pemerintah dan DPR belum transparan serta tak melibatkan publik dalam membahas RUU tersebut. Ia kecewa sebab masyarakat sebelumnya sempat kesulitan mengakses RUU tersebut.
Baru bisa diakses beberapa hari lalu, kini RKUHP masuk jadwal pengesahan di RKUHP besok.
"Saat ini yang dilakukan pemerintah maupun DPR dalam pengesahan ini sangat tidak transparan, karena draf itu tidak bisa kita akses secara resmi dalam waktu segera gitu. Kemudian kita baru bisa mengakses kemarin," katanya.
Sekretariat Jenderal DPR sebelumnya telah mengonfirmasi RKUHP masuk dalam pembahasan tingkat II untuk disahkan menjadi UU dalam Paripurna besok.
Keputusan diambil setelah pekan kemarin RUU tersebut telah disetujui dalam rapat pengambilan keputusan tingkat satu bersama DPR dan pemerintah yang diwakili Kemenkumham.
Menjawab penolakan publik, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyadari RKUHP tak bakal 100 persen disetujui oleh semua pihak. Oleh karena itu, dia bilang masyarakat bisa melayangkan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) jika masih tak setuju.
"Kalau untuk 100 persen setuju tidak mungkin kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju, gugat aja di Mahkamah Konstitusi," kata Yasonna di kompleks parlemen, Senin (5/12).
(thr/wis)