Ahli Respons Menkes Tak Awasi Ketat Pelancong dari China: Harus PCR
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyarankan agar pemerintah melakukan pengetatan skrining atau pemeriksaan virus corona ( Covid-19) di pintu masuk negara Indonesia. Usulan itu menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di sejumlah negara, salah satunya China.
Dicky melanjutkan pengetatan pintu masuk tidak boleh menyasar satu negara saja, seperti negara lain yang memberlakukan wajib PCR bagi pelancong China.
Sebab menurutnya Covid-19 merupakan virus yang sudah menjadi pandemi atau global, sehingga sejumlah negara lain juga harus diberlakukan aturan serupa.
"Kita harus memperkuat sistem di pintu masuk, tapi tidak boleh satu negara saja, nanti jadi Xenophobia. Tapi diperketat misalnya bahwa orang yang belum booster, maka dia harus tes PCR dulu," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (4/1).
Sementara berdasarkan aturan SE Satgas Nomor 25 Tahun 2022 tentang PPLN, pemerintah sudah membebaskan syarat wajib melampirkan hasil negatif Covid-19 dengan tes PCR.
Pemeriksaan wajib PCR hanya dilakukan bagi PPLN yang bergejala Covid-19 memiliki suhu tubuh di atas 37,5 derajat Celcius saat tiba di Indonesia.
Selain itu, PPLN juga hanya diminta untuk menunjukkan kartu/sertifikat (fisik ataupun digital) yang menyatakan yang bersangkutan telah menerima vaksin Covid-19 dosis kedua minimal 14 hari sebelum keberangkatan yang tertulis dalam bahasa Inggris, selain dengan bahasa negara asal.
"Indonesia sudah waktunya untuk memperkuat skrining atau pengetatan kriteria masuk dari negara yang berpotensi mengalami lonjakan subvarian Covid-19. Kebijakan ini harus diberlakukan umum," kata dia.
Lebih lanjut, Dicky juga mengimbau agar semua pihak baik PPDN maupun PPLN untuk tetap menggunakan masker dan harus lebih mewaspadai situasi pandemi Covid-19 yang dapat dikatakan melandai saat ini.
Ia menilai tidak ada satu pun ruang terbuka yang sudah bisa dikatakan 'aman' dari Covid-19 lantaran tak semua tempat sudah memenuhi syarat untuk bebas dari penularan.
Dengan demikian, Dicky menegaskan bahwa pemakaian masker tidak boleh ditekankan hanya pada orang sakit atau pada saat berada dalam kerumunan yang ramai saja, tetapi lebih baik untuk seluruh situasi dan kondisi.
"Saya tetap imbau pakai masker di mana pun kecuali anda melihat situasinya memungkinkan untuk tidak memakai masker, karena saat ini masih penting dan masih perlu memakai masker," ujar Dicky.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya memastikan pemerintah tidak melakukan pengetatan aturan maupun pembatasan mobilitas warga dari luar negeri termasuk China kendati pemerintah telah mendeteksi 15 kasus virus corona Omicron subvarian BF.7 alias BA.5.2.1.7 di Indonesia.
BF.7 terdeteksi tujuh kasus di DKI Jakarta, tujuh kasus di Jawa Barat, dan satu kasus di Bali. Budi menyebut kasus pertama BF.7 terdeteksi di Pulau Dewata sejak 14 Juli 2022. Adapun subvarian itu dinyatakan menjadi biang kerok lonjakan Covid-19 di China.
Sejumlah negara mulai dari Jepang, India, hingga Amerika Serikat memutuskan untuk memperketat kunjungan warga negara China ke wilayah mereka, salah satunya dengan mewajibkan surat negatif Covid-19.
Dirjen Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan tindakan beberapa negara itu sebagai langkah yang dapat dimengerti, mengingat China memang sangat tertutup atas kasus covid yang melanda daerah mereka.