MA Vonis Bebas Kades Kinipan Willem Hengki atas Kasus Dugaan Korupsi

CNN Indonesia
Jumat, 13 Jan 2023 14:39 WIB
Mahkamah Agung menjatuhkan vonis bebas terhadap Kepala Desa Kinipan, Willem Hengki. MA menolak kasasi yang diajukan Kejari Lamandau.
Mahkamah Agung menolak kasasi Kejari Lamandau sehingga menjatuhkan vonis bebas terhadap Kepala Desa Kinipan, Willem Hengki. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis bebas terhadap Kepala Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Willem Hengki (40) setelah menolak kasasi yang diajukan Kejari Lamandau, Kalimantan Tengah.

Vonis MA itu menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya yang menyatakan Willem tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair jaksa penuntut umum.

Dengan putusan MA itu, maka perkara Willem telah berkekuatan hukum tetap sehingga harus segera dibebaskan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Lamandau tersebut," demikian bunyi amar putusan dikutip dari laman resmi MA, Jumat (13/1).

Perkara nomor: 7164 K/Pid.Sus/2022 ini diadili oleh ketua majelis hakim Sri Murwahyuni dengan anggota masing-masing Jupriyadi dan Ansori. Putusan dijatuhkan pada Selasa, 27 Desember 2022.

"Membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi kepada negara," kata hakim MA dalam putusannya.

MA menilai alasan kasasi penuntut umum tidak dapat dibenarkan karena putusan judex facti tidak salah dan telah menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya serta cara mengadili telah dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang.

Menurut MA, putusan judex facti juga telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap di muka sidang yaitu pekerjaan pembuatan jalan sepanjang ±1.300 M di Desa Kinipan yang dilakukan oleh CV Bukit Pendulungan pada tahun 2017 di mana Willem belum menjabat sebagai Kepala Desa Kinipan dan masih warga biasa yang tinggal di Nanga Bulik.

"Bahwa ketika terdakwa [Willem Hengki] masuk kantor selaku Kepala Desa di bulan November 2020, ada permintaan pembayaran sebesar Rp400.000.000,00 atas pekerjaan pembuatan jalan sepanjang±1.300 Myang dikerjakan CV Bukit Pendulungan sebelumnya," tutur hakim dalam pertimbangannya.

Atas permintaan pembayaran tersebut, Willem mengadakan pertemuan dengan warga yang mengetahui pembangunan jalan tersebut dan menghadap camat serta berkonsultasi ke dinas PMD dan Inspektorat Kabupaten Lamandau.

Hasil pertemuan dengan pejabat terkait tersebut, Willem selaku Kepala Desa Kinipan melakukan pembayaran sebesar Rp350.000.000,00 sesuai hasil penghitungan ulang oleh Konsultan Perencana (CV Listra Arcdimensi) yang ditunjuk Willem dan bukan pembangunan fiktif sesuai hasil peninjauan ke lapangan serta telah dilakukan penghitungan ulang oleh Dinas PUPR Kabupaten Lamandau.

"Bahwa perbuatan terdakwa tidak menggunakan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) karena aplikasi tersebut tidak mengenal nomenklatur membayar utang sehingga digunakan prosedur pengadaan barang/jasa. Hal tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang," tutur hakim.

"Dengan demikian, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair dan subsidair," lanjut hakim.

Vonis ini sesuai dengan putusan pengadilan tingkat pertama yang turut meminta jaksa memulihkan hak-hak Willem dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat.

Vonis tersebut berbeda dengan tuntutan jaksa yang meminta agar Willem dihukum dengan pidana satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta.

Jaksa menganggap Willem telah merugikan keuangan negara sebesar Rp261.356.798,57 atas pengelolaan keuangan desa yang dilakukan tidak secara transparan, akuntabel dan partisipatif.

Willem disebut secara sengaja menganggarkan pekerjaan yang telah nyata sudah dilaksanakan pada 2017 dan membayarkan pekerjaan itu tanpa disertai dokumen pendukung yang diperlukan untuk pencairan anggaran.

Kerugian negara itu berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diterbitkan pada 19 Mei 2021. Namun, dakwaan jaksa penuntut umum itu tak dikabulkan majelis hakim.

(ryn/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER