Tiga Eks Petinggi ACT Hadapi Vonis Penggelapan Dana Korban Lion Air

CNN Indonesia
Selasa, 24 Jan 2023 08:10 WIB
Tiga mantan petinggi Yayasan ACT sebelumnya dituntut pidana empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan dua eks petinggi ACT lainnya akan hadapi vonis hakim hari ini. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tiga terdakwa kasus dugaan penggelapan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 di lembaga ACT akan menjalani sidang vonis hari ini  di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (24/1).

Mereka ialah mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin, Presiden Yayasan ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar, dan mantan Senior Vice President dan Anggota Dewan Presidium ACT Hariyana Hermain.

"Betul, pembacaan putusan Drs Ahyudin, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain," ujar Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto, Selasa (24/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kasus ini, tiga mantan petinggi Yayasan ACT dituntut dengan pidana empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Perkara bermula ketika pada 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta. Kejadian itu mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

Atas peristiwa itu, Boeing menyediakan dana sebesar US$25 juta sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610.

Selain itu, Boeing juga memberikan dana sebesar US$25 juta sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan.

Dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, tetapi diterima oleh organisasi amal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

Sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris telah mendapatkan santunan dari perusahaan Boeing yaitu masing-masing ahli waris memperoleh dana sebesar US$144.320 atau senilai Rp2 miliar (kurs Rp14.000,-).

Santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris. Selain itu, ahli waris juga mendapatkan dana santunan berupa dana sosial BCIF dari perusahaan Boeing yang selanjutnya secara aktif pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan bahwa Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari perusahaan Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari perusahaan Boeing.

Keluarga korban diminta untuk merekomendasikan Yayasan ACT kepada pihak perusahaan Boeing serta diminta untuk menandatangani dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan yang harus dikirim melalui email ke perusahaan Boeing. Hal itu bertujuan agar dana sosial/BCIF tersebut dapat dicairkan oleh pihak Yayasan ACT dan dikelola oleh Yayasan ACT untuk pembangunan fasilitas sosial.

Tiga mantan petinggi Yayasan ACT diduga telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117.982.530.997 di luar dari peruntukannya.

Yakni untuk kegiatan di luar implementasi Boeing tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak perusahaan Boeing.

Adapun ketiga terdakwa telah membacakan nota pembelaan atau pleidoi yang pada pokoknya membantah melakukan penggelapan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air 610.

(ryn/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER