Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria meminta Budi tak memukul rata bahwa semua dokter di Indonesia 'bermain' saat memberikan rekomendasi SIP.
"Seharusnya tidak dilakukan generalisir. Bahwa kita akui ada persoalan penghambatan atau mungkin oknum-oknum tertentu yang tidak melakukan secara objektif tapi lebih ke subyektif ya," kata Beni.
Beni menegaskan pemberian SIP merupakan kewenangan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan setempat. Sementara IDI hanya berwenang mengeluarkan surat rekomendasi sebagai syarat pengajuan atau perpanjangan SIP dokter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketentuan tersebut, menurutnya, tertuang dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP.
Pasal 37 ayat (1) UU 29/2004 menyebut SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
Beni kembali mengingatkan pihaknya hanya memberikan surat rekomendasi sesuai yang tercantum dalam Pasal 38 undang-undang tesebut.
Isi pasal tersebut yakni SIP dokter maupun dokter gigi harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang masih berlaku. Kemudian mempunyai tempat praktik, dan juga memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
Menurut Beni, rekomendasi dari organisasi profesi itu berfungsi untuk meyakinkan bahwa tenaga medis dan tenaga tesebut layak, dapat dipercaya, berkualitas, sehingga masyarakat dan penerima pelayanan terlindungi.
Dengan demikian, kata Beni, rekomendasi organisasi profesi dalam proses pemberian SIP kepada dokter tidak bisa dihapus.
Lihat Juga :![]() Update Corona 28 Januari 2023 Positif Covid RI Bertambah 199 Kasus, 254 Orang Sembuh |
Alih-alih mempermasalahkan kewenangan OP dalam memberikan rekomendasi SIP, Beni meminta agar Kemenkes membentuk Badan Perimbangan Kesehatan Daerah dan Nasional.
Baik BPKD maupun BPKN nantinya memiliki peran melakukan advokasi tentang alokasi penggunaan dana dari semua sumber agar pemanafaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan.
Badan tersebut juga bertugas untuk memberikan masukan kepada peemrintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan.
"Kalau tadi ini yang dikhawatirkan oleh Pak Menkes ada oknum-oknum tertentu yang biasanya subjektif maka harusnya badan ini yang kemudian dibentuk berfungsi sesuai kewenangannya, independen," kata Beni.
"Jadi OP tidak memiliki kewenangan kecuali hanya ingin sinergis membantu pemerintah dalam hal ini. Jadi harapannya adalah kita tidak kemudian menuduh para OP ini seolah superbody," imbuhnya.
(khr/fra)