Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyoroti laporan penyalahgunaan kekuasaan dalam proses pemberian Surat Izin Praktik (SIP) dokter di Indonesia.
Hal itu Budi sampaikan dalam Forum Komunikasi IDI yang disiarkan melalui kanal YouTube IDI WIL RIAU, Minggu (29/1) malam.
Budi mengaku mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk melakukan transformasi kesehatan nasional secara total. Ia menyebut pemerintah akan membangun sistem terstruktur dalam penerbitan SIP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beberapa teman-teman itu merasa sulit masuk rekomendasi kalau misalnya harus saingan anaknya dari senior yang memberikan rekomendasi di sana, itu yang sering saya dengar," kata Budi.
Budi mengatakan pemberian SIP dokter yang mengharuskan rekomendasi dari organisasi profesi (OP) tak masalah asalkan transparan dan adil. Sementara berdasarkan laporan yang ia terima, pemberian SIP ini cenderung dari personal ke personal.
Menurutnya, pemberian SIP seperti saat ini berpotensi melanggengkan penyalahgunaan kekuasaan. Ia mengaku mendapat laporan tersebut dari sejumlah dokter yang tidak ingin disebut namanya lantaran dokter tersebut khawatir akan ancaman dan kariernya.
"Jadi ada beberapa profesi dokter spesialis yang saya dengar cukup konsisten bilang bahwa, 'Saya kurang nyaman pak, karena kalau saya minta rekomendasi, rekomendasi itu ada kaitannya saya harus ada setoran tertentu yang masuk ke atas nanti didistribusikan ke kelompok organisasi tersebut," lanjut Budi.
"Satu sisi ada perlakuan abuse of power yang memang terjadi secara di kelompok sini, di kota sini, di sini, tapi itu terjadi. Dan memang ini selalu mereka wanti-wanti, 'bapak jangan ngomong kemana-mana nama saya siapa,' begitu," imbuhnya.
Di sisi lain, Budi juga mengaku telah berdiskusi dengan sejumlah OP di Indonesia. Ia mendorong sebuah sistem dalam penerbitan SIP agar tak menimbulkan masalah.
Dalam sistem tersebut terdapat fitur yang dikelola OP dan menampung data dua kategori dokter, yakni daftar dokter yang melanggar etik dan dokter yang tidak bermasalah.
Dengan demikian, kata Budi, pemerintah akan mempertimbangkan atau mengikuti rekomendasi OP tersebut untuk menerbitkan SIP para dokter di Indonesia.
"Dengan demikian orang yang masuk tahu dia masuk, dan ada yang dia tidak akan dikasih [rekomendasi], maka pemerintah akan mengikuti rekomendasi OP. Tapi kalau dia tidak masuk [blacklist] tidak perlu lagi mendapatkan approval satu persatu yang bisa membuka celah abusive of power tadi," ujar Budi.
'IDI Buka Suara' di halaman selanjutnya...
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria meminta Budi tak memukul rata bahwa semua dokter di Indonesia 'bermain' saat memberikan rekomendasi SIP.
"Seharusnya tidak dilakukan generalisir. Bahwa kita akui ada persoalan penghambatan atau mungkin oknum-oknum tertentu yang tidak melakukan secara objektif tapi lebih ke subyektif ya," kata Beni.
Beni menegaskan pemberian SIP merupakan kewenangan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan setempat. Sementara IDI hanya berwenang mengeluarkan surat rekomendasi sebagai syarat pengajuan atau perpanjangan SIP dokter.
Ketentuan tersebut, menurutnya, tertuang dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP.
Pasal 37 ayat (1) UU 29/2004 menyebut SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
Beni kembali mengingatkan pihaknya hanya memberikan surat rekomendasi sesuai yang tercantum dalam Pasal 38 undang-undang tesebut.
Isi pasal tersebut yakni SIP dokter maupun dokter gigi harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang masih berlaku. Kemudian mempunyai tempat praktik, dan juga memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
Menurut Beni, rekomendasi dari organisasi profesi itu berfungsi untuk meyakinkan bahwa tenaga medis dan tenaga tesebut layak, dapat dipercaya, berkualitas, sehingga masyarakat dan penerima pelayanan terlindungi.
Dengan demikian, kata Beni, rekomendasi organisasi profesi dalam proses pemberian SIP kepada dokter tidak bisa dihapus.
Alih-alih mempermasalahkan kewenangan OP dalam memberikan rekomendasi SIP, Beni meminta agar Kemenkes membentuk Badan Perimbangan Kesehatan Daerah dan Nasional.
Baik BPKD maupun BPKN nantinya memiliki peran melakukan advokasi tentang alokasi penggunaan dana dari semua sumber agar pemanafaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan.
Badan tersebut juga bertugas untuk memberikan masukan kepada peemrintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan.
"Kalau tadi ini yang dikhawatirkan oleh Pak Menkes ada oknum-oknum tertentu yang biasanya subjektif maka harusnya badan ini yang kemudian dibentuk berfungsi sesuai kewenangannya, independen," kata Beni.
"Jadi OP tidak memiliki kewenangan kecuali hanya ingin sinergis membantu pemerintah dalam hal ini. Jadi harapannya adalah kita tidak kemudian menuduh para OP ini seolah superbody," imbuhnya.