Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan menjawab pertanyaan seputar rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Malang, Oktober 2022.
Jokowi justru meminta waktu untuk menjawab hasil rekomendasi atas tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut.
"Saya jawab di lain waktu," ujar Jokowi saat menyudahi jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini Jokowi belum menyampaikan pernyataan terkait rekomendasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan. Ia hanya sempat menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya ratusan jiwa akibat tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.
Jokowi juga sempat mengunjungi lokasi kejadian pada 5 Oktober 2022. Jokowi memerintahkan anak buahnya untuk membenahi kelaikan infrastruktur olahraga di Indonesia.
Rekomendasi TGIPF
Berselang hari usai tragedi Kanjuruhan terjadi, tepatnya pada 3 Oktober 2022, Menko Polhukam Mahfud MD mengumpulkan para pimpinan lembaga terkait di kantornya, Jakarta.
Dalam tempo 24 jam, pemerintah membentuk TGIPF untuk melakukan investigasi atas tragedi Kanjuruhan yang merenggut ratusan jiwa. TGIPF berhasil menyelesaikan pekerjaannya dalam kurun waktu dua minggu. Sejumlah temuan dan rekomendasi pun dikeluarkan.
Di antaranya yaitu TGIPF meyakini penyebab ratusan orang meninggal akibat gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian.
TGIPF menyoroti peran PSSI sebagai federasi sepak bola profesional di Indonesia. PSSI disebut tidak melakukan sosialisasi/pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA kepada penyelenggara pertandingan, baik panitia pelaksana, aparat keamanan dan suporter.
TGIPF menyebut PSSI juga tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif penyelenggaraan Liga 1.
Adapun beberapa rekomendasinya adalah Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif PSSI harus mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
Selain itu, TGIPF merekomendasikan agar para pihak yang terbukti bersalah harus diproses hukum.
Dari sejumlah rekomendasi itu, banyak yang belum dilaksanakan terkhusus oleh Jokowi yang mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pembentukan TGIPF tragedi Kanjuruhan.
Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan alias Iwan Bule dan jajarannya masih 'nyaman' memegang jabatannya masing-masing.
Bahkan, Iwan Bule sempat fun football dengan FIFA di Stadion Madya, Selasa (18/10) malam. Tindakan ini menuai kecaman banyak pihak.
Berlanjut ke halaman berikutnya...
Sejalan dengan investigasi yang dilakukan oleh TGIPF, Komnas HAM juga melakukan penyelidikan. Dalam temuannya, Komnas HAM membeberkan fakta polisi yang merupakan unsur gabungan dari Brimob dan Sabhara melontarkan setidaknya 45 tembakan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan.
Komisioner Komnas HAM saat itu, Beka Ulung Hapsara, mengatakan tembakan gas air mata mulai dilontarkan sekitar pukul 22.08.59 WIB. Dari detik tersebut hingga 22.09.08 WIB, pasukan Brimob 11 kali menembakkan gas air mata ke arah setel ban di selatan lapangan Stadion Kanjuruhan.
Komnas HAM menyimpulkan ada tujuh pelanggaran HAM terkait tragedi Kanjuruhan. Pertama mengenai penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam hal ini gas air mata yang dilarang berdasarkan ketentuan Pasal 19 FIFA soal safety and security.
Kedua pelanggaran terhadap hak untuk hidup, ini menyoal 135 orang tewas. Ketiga terkait hak untuk memperoleh keadilan. Selanjutnya pelanggaran hak atas kesehatan, hak atas rasa aman, hak anak dan pelanggaran pada business and human rights.
Janggal pengusutan
Tim Gabungan Aremania (TGA) dongkol dengan upaya penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Mereka mengkritisi jeratan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP tentang kelalaian.
Menurut TGA, jeratan Pasal yang pantas untuk diterapkan untuk para tersangka adalah Pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Memasuki Desember 2022, tim forensik yang ditunjuk oleh aparat kepolisian mengumumkan hasil uji toksikologi terhadap dua jenazah korban tak menunjukkan bekas gas air mata. Pihak keluarga korban meragukan temuan tersebut.
Independensi aparat dalam mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan pun semakin disangsikan.
Janggalnya upaya pengusutan itu tak mematikan gelombang protes kerabat Aremania.
Sebanyak enam orang telah dimintai pertanggungjawaban hukum terkait tragedi Kanjuruhan. Mereka ialah Ketua Panitia Pelaksana Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno dan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita.
Kemudian, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Namun, baru lima orang yang diseret ke meja hijau.
Berjuang mencari keadilan
Aremania masih terus mencari keadilan atas Tragedi Kanjuruhan yang menimpa kerabat mereka, baik yang terluka maupun meninggal dunia.
Pada 18 November 2022, rombongan keluarga korban Kanjuruhan ramai-ramai naik bus dari Malang ke Jakarta mendatangi Mabes Polri untuk melaporkan sejumlah pihak yang dinilai bertanggung jawab dalam peristiwa maut tersebut.
Kapolda Jatim saat itu, Irjen Nico Afinta, menjadi salah satu pihak yang dilaporkan. Mereka menilai Nico harus bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan. Namun, laporan itu tidak langsung ditindaklanjuti kepolisian.
Mereka terpaksa harus kembali ke Mabes Polri tiga hari kemudian untuk menanyakan laporan polisi (LP) yang tak kunjung terbit.
Bukannya mendapat kepastian, rombongan keluarga korban malah diminta menjelaskan kembali duduk perkara Kanjuruhan yang mereka ketahui. Semuanya mengulang dari awal.
Hasilnya, polisi menolak laporan yang diajukan oleh para kerabat korban Kanjuruhan. Tidak menyerah, TGA lantas melapor ke Ombudsman RI perihal dugaan malaadministrasi yang dilakukan Bareskrim Polri.
Tak hanya itu, TGA juga menyambangi Kantor Staf Presiden (KSP) untuk mengeluhkan proses penegakan hukum Tragedi Kanjuruhan yang mandek.
Rangkaian aksi telah dilakukan oleh Aremania dan warga Malang atas kematian ratusan kerabatnya.
[Gambas:Photo CNN]
Puncaknya, ribuan Aremania melumpuhkan Jalan Malang Raya lewat aksi diam 135 menit sebagai bentuk protes terhadap kepolisian yang tak mau terbuka dengan proses hukum tragedi Kanjuruhan.
Mereka menutup akhir tahun 2022 dengan membuat gugatan perdata sebesar Rp146 miliar terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan. Jumlah gugatan uang itu diperuntukkan bagi korban meninggal Rp100 juta dan korban luka Rp50 juta.
Teranyar, pada awal Februari lalu, sejumlah Aremania melakukan unjuk rasa di Kantor Arema FC. Polisi menetapkan tujuh orang tersangka dan menerapkan Pasal yang lebih berat daripada terdakwa Tragedi Kanjuruhan.