Selain mengundurkan diri, seorang PNS pun bisa diberhentikan dari posisi sebagai abdi negara karena sembilan kondisi lain seperti yang disebutkan pada Pasal 3 Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Untuk pemberhentian tidak hormat dilakukan berdasarkan usul Pejabat yang Berwenang (PyB) kepada PPK, atau dari PPK kepada Presiden RI (Pasal 18).
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kewenangan pemecatan oleh Presiden itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS.
Dalam PP yang diteken pada 28 Februari 2020 itu, Presiden RI berwenang melakukan promosi, mutasi, atau pemberhentian jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan kementerian/lembaga pemerintah apabila terdapat pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Sesuai ketentuan Pasal 3 dalam PP tersebut menyatakan, presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.
Presiden juga dapat mendelegasikan kewenangan untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS kepada menteri di kementerian, pimpinan lembaga, sekretaris jenderal, gubernur, dan bupati, wali kota. Ketentuan ini juga berlaku kepada Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Badan Intelijen Negara, dan pejabat lain.
Sementara dalam Pasal 3 ayat (7) yang menjadi aturan tambahan dalam beleid tersebut menyatakan, pendelegasian kewenangan dapat ditarik kembali oleh presiden. Hal ini dilakukan apabila terjadi dua kondisi yakni pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan PPK atau untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.