Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Greenpeace membeberkan lima alasan penolakan mereka terhadap Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang dikeluarkan Presiden Jokowi.
Pertama, Greenpeace dan Walhi tidak menemukan adanya data ataupun fakta bahwa sedimentasi pasir laut mengganggu aktivitas pelayaran.
Kedua, Greenpeace dan Walhi juga tidak melihat ada alasan valid mengapa pengerukan pasir laut harus dilakukan. Ketiga, keduanya menilai kebijakan beleid ini hanya akan merusak lingkungan laut dan merugikan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan pengambilan pasir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keempat, Greenpeace dan Walhi khawatir kebijakan tersebut akan menghilangkan pulau-pulau kecil. Kelima, sanksi yang diberikan dalam aturan tersebut tidak membuat jera dan justru menguntungkan segelintir pihak.
"Jadi kami tegaskan kembali posisi Greenpeace dari awal menolak PP tersebut dan turunan UU Ciptaker dan Minerba atau apapun yang memberikan karpet merah ke beberapa pihak," kata Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdilah.
Lebih lanjut, Afdilah juga menegaskan Walhi dan Greenpeace tidak dilibatkan dalam tim kajian PP 26/2023 seperti yang diklaim Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
"Kami secara tegas menolak terlibat dalam tim kajian KKP untuk implementasi PP 26/2023. Sikap kami jelas pemerintah harus membatalkan PP tersebut," imbuhnya.
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono sebelumnya mengatakan perizinan eksploitasi dan ekspor pasir laut sedimentasi ditentukan tim kajian. Ia mengajak Walhi hingga Greenpeace terlibat dalam tim ini.
Ia menyebut tim kajian ini beranggotakan beberapa unsur antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), akademisi dan aktivis lingkungan. Tim ini akan memutuskan pasir laut yang akan diekspor itu hasil sedimentasi atau bukan.
"Tim kajian ada unsur KLHK, ESDM, unsur perikanan, BRIN, ada Walhi. Kalau mereka mengatakan ini sedimentasi boleh, baru saya izinkan. Kalau tidak ya enggak," kata Sakti saat konferensi pers di kantornya, Rabu (31/5).
(lid/lth)