LIPUTAN KHUSUS

Menyoal Liberalisasi dan Kapitalisasi dalam RUU Kesehatan

CNN Indonesia
Selasa, 27 Jun 2023 12:13 WIB
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menilai RUU Kesehatan berpotensi mengkriminalisasi dan melemahkan profesi dokter.
Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tes usap di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta, Sabtu, 3 Oktober 2020. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Lima organisasi profesi yang kontra terhadap RUU Kesehatan berulang kali mengungkapkan kekhawatiran terkait aturan transfer data. Sebab, berdasarkan pasal 338 draf final RUU Kesehatan, terdapat aturan terkait teknologi biomedis.

Pemanfaatan teknologi biomedis itu termasuk mencakup teknologi genomik, transkriptomik, proteomik, dan metabolomik terkait organisme, jaringan, sel, biomolekul, dan teknologi biomedis lain.

Data tersebut kemudian harus disimpan dan dikelola material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data untuk jangka panjang yang harus dilakukan oleh biobank dan atau biorepositori.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam hal ini biobank tersebut diselenggarakan oleh fasyankes, institusi pendidikan, atau lembaga penelitian baik milik pusat, daerah, hingga swasta. Selain itu, data dan informasi dalam penyelenggaraan biobank harus terintegrasi ke dalam Sistem Informasi Kesehatan Nasional.

Namun selanjutnya, pada pasal 340 tertuliskan aturan terkait pengalihan dan penggunaan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, atau data ke luar wilayah Indonesia dilakukan dengan memperhatikan prinsip pemeliharaan kekayaan sumber daya hayati dan genetika Indonesia.

Dalam hal ini, sudah diatur juga bahwa pengambilan data tersebut harus atas persetujuan dari pasien atau pendonor. Kendati demikian, kewajiban mendapatkan persetujuan pasien itu dikecualikan dalam sejumlah perkara.

Misalnya kasus material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data yang tidak dapat ditelusuri identitasnya atau berupa data
agregat. Kemudian, material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data untuk kepentingan hukum.

Hingga material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, meskipun transfer data ke luar negeri juga diwajibkan diikuti perjanjian alih material yang disusun berdasarkan prinsip pembagian manfaat yang memenuhi keadilan, keselamatan, dan kemanfaatan, serta wajib mendapatkan izin dari pemerintah pusat.

Namun sejumlah pihak menilai ada kerawanan penyalahgunaan data genomik warga melalui prosedur itu. Ketua Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Eva Sri Diana Chaniago misalnya menilai praktik aturan biobank yang kemudian bisa ditransfer ke luar negeri ini berbahaya dan mengancam hak konstitusi, perlindungan, dan pemenuhan hak atas kehidupan.

Eva menilai selama ini perlindungan data WNI yang melingkupi NIK saja misalnya rawan tersebar. Sementara data bio genetik menurutnya sah dan bersifat privat dari masing-masing WI.

"Semestinya RUU Kesehatan wajib melindungi tumpah darah rakyat Indonesia, termasuk setiap item spesimen klinik, data biomedis," kata Eva.

Eva pun menyoroti potensi kegawatan apabila RUU Kesehatan membuka kesempatan bagi swasta untuk menjadi pelaku penyimpanan bio bank sebagaimana tertulis pada pasal 339 ayat (2). Ia menyebut proyek ini berbahaya lantaran dapat disalahgunakan sebagai bentuk pelanggaran privasi, diskriminasi, hingga senjata biologis.

Selain itu, Eva menilai apabila proyek ini berjalan maka akan terjadi cost shifting dari pendanaan pelayanan medis konvensional menjadi pendanaan proyek genom, sehingga ada kekhawatiran terjadi pengurangan pendanaan pada penyakit konvensional seperti TBC, malaria, dan hepatitis.

Eva mengatakan seharusnya pemerintah menerbitkan UU Perlindungan Informasi Genetik terlebih dahulu, bukan malah menerbitkan aturan yang memuat dan membuka peluang sampel tubuh WNI dikirim ke luar negeri.

"Mestinya ada UU khusus dan adekuat terkait isu ini, yang mengawal potensi berbahaya di balik proyek ini. Sayangnya, Indonesia menjalankan proyek ini tanpa regulasi yang detail dan jelas," kata dia.

Eva lantas curiga proyek yang dimuat dalam RUU Kesehatan ini berkaitan dengan Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) yang resmi diluncurkan Menkes Budi Gunadi Sadikin pada 14 Agustus 2022 di Jakarta.

BGSi merupakan program inisiatif nasional pertama yang dibuat oleh Budi guna mengembangkan pengobatan yang lebih tepat bagi masyarakat.

Caranya, dengan mengandalkan teknologi pengumpulan informasi genetik dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri atau bisa disebut dengan Whole Genome Sequencing (WGS).

Pengembangan WGS ini, kata Budi, sejalan dengan transformasi bioteknologi dalam aktivitas bio surveillance dan layanan kesehatan yang ditujukan dalam peningkatan deteksi patogen dan memperbaiki pengobatan.

Melalui BGSi, metode WGS akan dimanfaatkan untuk penelitian pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama lainnya, yaitu kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik, dan penuaan.

Dalam implementasinya, BGSi dilaksanakan di tujuh rumah sakit vertikal yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono, RSPI Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan, RS Kanker Dharmais, RSUP Sardjito, hingga RS Prof I.G.N. Ngoerah.

Budi kala itu mengatakan saat ini hanya terdapat 12 mesin WGS di Indonesia. Untuk mendukung berjalannya BGSi, Kemenkes menambah 48 mesin yang akan disebar di berbagai rumah sakit rujukan nasional yang terlibat dalam BGSi yang dilengkapi dengan mesin-mesin sequencing high throughput yang mampu memproses ratusan sampel genom manusia per minggu.

Target dalam dua tahun kedepan, ada 10 ribu genome sequences manusia yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data genome dari populasi penduduk Indonesia yang memiliki penyakit prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.

Kendati begitu, berdirinya BGSi ini juga tidak lepas dari peran dan dukungan para donatur, seperti The Global Fund, Panin Bank, Biofarma, dan East Ventures, serta melibatkan kolaborator yang terdiri dari Illumina, BGI, Oxford Nanopore Technologies, dan Yayasan Satria Budi Dharma Setia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang turut hadir dalam peluncuran BGSi kala itu juga mendorong agar inisiatif ini terus ditingkatkan dan diperluas melalui kerja sama dengan investor teknologi dari negara lain.

"Ini merupakan hasil kunjungan kita ke Tiongkok tujuh bulan lalu hasil kerjasama dengan Beijing Genomic Institute, dan hari ini sudah mulai kita implementasikan di Indonesia. Kerja sama itupun kita kembangkan dengan negara lain seperti Abu Dhabi dengan G42 maupun Amerika Serikat dengan US Davis University," kata Luhut.

Saat dikonfirmasi ulang, Menkes Budi menyebut Indonesia sudah cukup ketinggalan pada proyek inovasi ini. Ia mengatakan Malaysia sudah melakukan program ini sejak 2004, pun dengan Singapura. Ia pun mengklaim banyak negara maju yang sudah secara agresif melakukan program ini.

Sebab dengan bank data ini, ke depan faskes dan nakes dapat memiliki data rekam medis dan dapat mengambil kesimpulan penyakit yang berpotensi terjadi di masa depan pada individu tersebut, sehingga mitigasi dan upaya preventif dapat dilakukan sedari dini.

"Dulu kesehatan masyarakat diperiksa pake stetoskop, habis itu kita ambil kesimpulan sakitnya ini. Sekarang beda, sudah sangat pasti, personalize, karena individu masing-masing kalau sakit bisa beda obatnya, karena bioteknologi ini sudah memungkinkan kita tahu di level paling detail itu penyebab penyakitnya apa," kata Budi.

Adapun perihal potensi kebocoran data dan penyalahgunaan data, Budi memastikan pemerintah akan melakukan proteksi bertingkat, sebab kekayaan negara salah satunya adalah dari genomik warganya.

Ia kemudian mencontohkan, kondisi saat ini dengan nihil peraturan soal penggunaan data genomik, malah banyak praktik perusahaan luar negeri yang berusaha menyediakan jasa itu sehingga malah dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan data.

"Jdi justru dengan data ini ada penguatan sistematis dari data bio genomik Indonesia. Kita sudah ketinggalan puluhan tahun. Jadi science ini perlu di dunia kedokteran. Jangan sampai tertinggal lagi karena kita anti-sciences. Ini perlu sekali untuk jaga kesehatan masyarakat kita," ujar Budi.

(khr/pmg)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER