Empat orang ditangkap dalam kasus pengiriman asisten rumah tangga (ART) ke Qatar tanpa dokumen yang sah di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bandara I Gusti Ngurah Rai Iptu Rionson Ritonga mengatakan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terjadi pada Senin (26/6) pukul 13:00 WITA.
Pihaknya mendapati empat orang WNI yang hendak berangkat ke Qatar, dengan tiga di antaranya disinyalir sebagai korban TPPO.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedangkan satu orang diduga sebagai kurir atau penyalur tenaga kerja terhadap ketiga orang korban tersebut. Mereka lantas diamankan di Mapolres Kawasan Bandara I Gusti Ngurah Rai untuk penyelidikan dan pengembangan lebih lanjut," kata Iptu Ritonga, Rabu (28/6).
Dari hasil pemeriksaan, tiga orang korban yang semuanya perempuan ini masing-masing berinisial Y (39) asal Bandung, Jawa Barat; SR (48) dari Banyuwangi, Jawa Timur; dan AE (46) asal Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sementara, satu pelaku yang berperan sebagai kurir atau penyalur berinisial ERS (41). Perempuan asal Purwakerta, Jawa Barat, itu sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Ketiga korban akan dipekerjakan di Negara Qatar sebagai asisten rumah tangga. Namun, saat diamankan mereka tidak mampu menunjukkan dokumen yang sah kelengkapan sebagai tenaga kerja di luar negeri," kata Rionson.
Terungkapnya kasus TPPO ini berawal dari informasi yang didapatkan oleh kepolisian dari Kantor Imigrasi Kelas l Khusus TPI Ngurah Rai. Kepolisian mendatangi Terminal Keberangkatan Internasional dan langsung memeriksa empat orang itu.
Ketiga korban akan dipulangkan ke tempat asalnya dengan berkoordinasi Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Bali. Sementara, tersangka ERS ditahan dan ditempatkan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Bali.
"Terhadap tersangka ini, sementara kita titipkan penahanannya di Rutan Polda Bali karena Polres Bandara belum memiliki rutan untuk perempuan," ujar Rionson.
Sebagai barang bukti, pihaknya menyita empat buah paspor, empat buah boarding pass tujuan Bangkok, dan dua handphone.
ERS sendiri dijerat Pasal 81 Juncto Pasal 69 subsider Pasal 83 Jo Pasal 68 UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dia terancam penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Selain itu, tersangka dijerat Pasal 4 Jo Pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp12 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Terpisah, kasus TPPO di Sulawesi Selatan pun mengungkap kerentanan terhadap pekerja migran Indonesia. Sebanyak 25 pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Progress TPPO totalnya sudah 28 kasus, terkait kasus PMI sebanyak 17 kasus, dan eksploitasi seksual sebanyak 11 kasus," kata Wakapolda Sulsel Brigjen Pol Chuzaini Patoppoi, Rabu (28/6).
Dari 28 kasus TPPO tersebut, kata Ketua Satgas TPPO Polda Sulsel ini mengaku pihaknya menyelamatkan 166 korban di kasus PMI dan eksploitasi seksual.
"Jumlah tersangka ada 25 orang, buron ada 8 orang, jumlah korban yang diselamatkan sebanyak 166 orang," sebutnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel Kombes Pol Jamaluddin Farti mengatakan korban TPPO eksploitasi seksual dipekerjakan di wilayah Sulsel.
"Rata-rata mereka dipekerjakan di Sulsel, Makassar dan sekitarnya," kata dia.
Soal dugaan perdagangan orang untuk kepentingan penjualan organ manusia, pihaknya mengaku belum menemukan indikasi.
"Tidak ada kejadian itu, di Sulsel hanya terkait kasus PMI dan eksploitasi seksual saja. Korbannya ada yang dewasa dan anak," pungkas dia.
(kdf/mir/arh)