Dua warga Papua mengajukan gugatan terhadap Pasal 2 Ayat 1b dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (3/7).
Dalam gugatannya, mereka ingin MK membatasi masa jabatan ketua umum parpol maksimal 10 tahun.
"Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar melakukan Pengujian terhadap Pasal 2 ayat (1b) UU Partai Politik terhadap UUD 1945," demikian bunyi permohonan mereka dikutip dari situs MKRI, Selasa (4/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 2 Ayat 1b UU Parpol berbunyi, "Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain."
Adapun dua warga Papua penggugat itu yakni Ramos Petege dari Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah dan Leonardus O Magai dari Abaimaida, Dogiyai.
Selain dua warga Papua itu, warga Bekasi Selatan, Mohammad Helmi Fahrozi juga turut serta sebagai penggugat.
Menurut mereka, pasal yang diujimaterikan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Pengurus Partai Politik, terutama ketua umum atau sebutan lainnya, memegang jabatan jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama'.
Para penggugat menilai pengurus partai politik merupakan 'juragan' bagi anggota partai politik yang duduk sebagai anggota DPR adalah sebuah fakta. Konsekuensinya, anggota dewan harus tunduk pada kehendak pengurus partai politik, dan bukan suara rakyat yang memilih mereka.
Hal tersebut menurut mereka telah dikonfirmasi Bambang Wuryanto dari PDIP yang merupakan ketua komisi III DPR RI. Saat rapat kerja yang terbuka di Komisi III DPR beberapa waktu lalu, Bambang menyampaikan di Indonesia gampang jika ingin melakukan lobi politik lewat ketua umum parpol.
Mereka menilai fakta tersebut akan diperparah jika tidak ada pembatasan masa jabatan.
"Fakta ini ditambah dengan kenyataan bahwa banyak pengurus dan ketua umum partai politik yang sudah menjabat dengan sangat lama lebih dari 2 periode, menunjukkan sebetapa gawatnya demokrasi karena tidak lagi di tangan rakyat," ujar mereka.
Para penggugat menyebut tidak adanya pembatasan masa jabatan Pimpinan Parpol merupakan salah satu penyebab munculnya tindakan otoritarianisme dan dinasti di tubuh Partai Politik.
Para penggugat pun menyinggung contoh dinasti politik di PDIP dan Partai Demokrat.
"Partai PDIP, Ketua Umumnya telah menjabat selama kurang lebih 24 (dua puluh empat) tahun, yakni sejak tahun 1999 hingga sekarang," ucapnya.
"Begitu pula dengan Partai Demokrat, sebelum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjabat, ketua umumnya dijabat oleh ayahnya sendiri, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan saat ini SBY menjabat Ketua Majelis Partai," lanjutnya.
Menurut mereka, hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip konstitusionalisme yang menghendaki pembatasan kekuasaan dan menghindari excessive atau abuse of power.
"Limitasi kekuasaan ini dapat dilakukan dengan adanya pemaknaan baru terhadap Pasal 2 ayat (1b) UU Partai Politik. Apabila masa jabatan Pimpinan partai politik tidak dibatasi maka akan membuka ruang abuse of power yang berseberangan dengan prinsip konstitusionalisme, negara hukum, dan demokrasi konstitusional di tubuh partai politik," papar mereka.
Mereka menyimpulkan, tidak adanya batasan masa jabatan pimpinan partai politik juga akan menyebabkan bencana institusi atau institusional disaster.
"Sebab aturan ini bertentangan dengan prinsip konstitusionalisme, prinsip proporsionalitas, Pasal (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945," tutur mereka dalam permohonannya.
Padahal, kata mereka Parpol menurut UUD 1945 (vide Pasal 6A dan Pasal 22E) merupakan peserta pemilu, dengan kata lain jika tidak ada partai politik maka pemilu tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu Partai politik merupakan penggerak, tonggak, dan pilar demokrasi.
Selain itu, mereka juga menyebut Parpol merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena melalui pemilu di mana pesertanya adalah partai politik rakyat dapat menyalurkan suara dan pilihannya untuk menentukan wakil-wakilnya.
"Bahwa oleh karena Partai Politik merupakan tonggak, pilar, dan penggerak demokrasi maka sudah seyogianya partai politik menerapkan nilai dan prinsip- prinsip dasar demokrasi yang salah satunya adalah adanya pembatasan masa jabatan pemegang kekuasaan di internal tubuh partai," jelas para penggugat dalam permohonannya ke MK.