Salah seorang penasihat hukum Anang, Aldres Napitupulu mengambil alih jalannya persidangan. Ia menjelaskan sistem manual yang disinggung dilakukan di tahap prakualifikasi, bukan pada saat lelang.
"Izin Yang Mulia, tadi yang disampaikan saksi bertiga ini manual di tahap prakualifikasi, bukan di tahap lelangnya. Karena lelangnya mereka di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] terangkan melalui elektronik, dan yang prakualifikasi di Perdirut memang tidak ada larangannya untuk menggunakan manual. Tapi, silakan dikonfirmasi Yang Mulia," ujar Aldres.
"Gimana?" tanya Fahzal kepada saksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita mengacu Peraturan Direktur Utama [BAKTI] Nomor 7 Tahun 2020 memang online hanya diterapkan untuk tender. Prakualifikasi tidak mengharuskan dengan elektronik," terang Gumala.
"Manual saja tidak menyalahi?" timpal Fahzal.
"Iya," jawab Gumala singkat.
"Harus klir nih. Kalau menurut penuntut umum kenapa itu ditanyakan karena manual itu ada larangan dalam Peraturan Direktur Utama BAKTI, atau Keppres," ucap Fahzal menimpali.
"Harus tajam pak, molong-molong saja. Untuk ngomong-omong biasa saja ngapain kita sidang begini. Apa yang janggal di tahap pelelangan ini. Itu yang kita cari. Dijawabnya juga lembek, pertanyaannya juga lembek," lanjut Fahzal.
"Mohon maaf majelis," jawab jaksa.
"Bukan harus keras sidang ini, tidak. Kita mencari fakta. Saudara tutupi nanti saya ketok sumpah palsu semua saya bikin. Sekali ketok masuk saya bilang," tegas Fahzal.
Berdasarkan ketentuan Pasal 291 UU 1/2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), diatur ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara bagi setiap orang yang memberikan keterangan palsu di atas sumpah. Terdapat pemberat pidana satu per tiga jika perbuatan tersebut merugikan terdakwa.
"Kami mencari fakta bahwa itu manual di prakualifikasi. Kemudian apakah saudara tahu bahwa dalam rancangan Perdirut membolehkan?" tanya jaksa melanjutkan.
"Mengetahui," jawab Gumala.
"Nah, gimana proses kenapa itu dibolehkan padahal Perdirut yang lama melarang?" cecar jaksa.
"Yang saya sampaikan tadi pak jaksa, pertimbangan kestabilan sistem dengan banyaknya dokumen yang di-submit ke kita," ucap Gumala.
Dalam surat dakwaan, Anang disebut meminta kepada Gumala untuk tidak menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) ARIBA dalam melakukan evaluasi dan klarifikasi. Peserta lelang mengajukan dokumen penawaran secara manual untuk prakualifikasi karena perusahaan-perusahaan yang akan menjadi konsorsium belum ditentukan pasangan kemitraannya.
Anang bersama terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak, Irwan Hermawan dan Mukti Ali disebut menentukan kriteria pemilihan penyedia yang mengarah pada penyedia tertentu yang kemudian menjadi pemenang.
Yakni Konsorsium Fiber Home PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk paket 1 dan 2. Kemudian Konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei dan PT Surya Energy Indotama (SEI) untuk paket 3. Serta Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia paket 4 dan 5.
Pada hari ini, terdapat tiga terdakwa yang menjalani persidangan yakni mantan Menkominfo Johnny G. Plate, mantan Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto. Sebanyak tujuh saksi dihadirkan jaksa.
Selain ketiga terdakwa tersebut di atas, ada sejumlah nama lain yang turut diproses hukum.
Yakni Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama.
Kemudian Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali dan Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.
(ryn/fra)