Tak sekadar oposisi yang lemah, pemerintahan Jokowi juga kerap disorot lantaran banyak terjadi tindak pemberangusan terhadap kebebasan berekspresi warga sipil.
Data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat terdapat total 183 kasus terkait pelanggaran hak kebebasan berpendapat pada Januari 2022 hingga Juni 2023.
Dari jumlah itu, sebanyak 967 orang ditangkap akibat menyuarakan haknya di ruang publik. KontraS juga merinci Kepolisian menjadi pelaku dominan dengan terlibat pada 128 peristiwa, diikuti unsur pemerintah lain dengan 27 peristiwa dan swasta (perusahaan) dengan 24 peristiwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah peristiwa tersebut telah menimbulkan setidaknya 272 korban luka-luka dan tiga lainnya tewas.
Tak hanya itu, LBH Jakarta mencatat pada 2021 terjadi represi yang begitu hebat terhadap kebebasan berekspresi. Masyarakat yang mencoba mengkritik pemerintah mendapatkan represi baik secara online maupun offline.
Hingga akhir tahun 2021 lalu, LBH Jakarta mencatat sekitar 18 kasus yang berkaitan dengan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, kritik melalui media sosial namun dibalas kriminalisasi, hingga ancaman hak privasi.
Lucius Karus menilai DPR di masa pemerintahan periode kedua Jokowi kini sekadar jadi tukang stempel kebijakan pemerintah lantaran dominan parpol pendukung Jokowi.
"DPR 2019-2024 ini ya cenderung bahkan hampir seluruhnya jadi tukang stempel pemerintah. Ya itu karena dominasi parpol koalisi dan kuatnya cengkraman parpol lewat fraksi-fraksi. DPR tak punya warna lagi dan tak punya arti," kata Lucius.
Lucius melihat kini sudah tak ada kekuatan oposisi untuk mengimbangi parpol koalisi di periode kedua pemerintahan Jokowi.
Ia menegaskan dominasi di DPR ditentukan oleh kuantitas jumlah kursi. Baginya, oposisi lemah, karena jumlah sangat minim dibandingkan dengan parpol pendukung pemerintah.
"Kita punya pengalaman jumlah oposisi sedikit tapi itu juga bisa beri tekanan di DPR. Nah, kondisi itu rupanya tak terlihat di oposisi 2019-2024. Jumlah mereka sedikit jadi alasan cepat menyerah," kata dia.
Lucius menganggap kondisi ini tak lepas dari lihainya Jokowi memainkan pengaruh kekuasaannya sebagai presiden. Jokowi, kata dia, mengetahui karakter parpol-parpol di Indonesia cenderung pragmatis terhadap kekuasaan. Sehingga ia bisa memainkan pengaruhnya di parpol koalisinya.
"Transaksi jadi kata kunci, jadi Jokowi tinggal tahu prinsip 'siapa mendapatkan apa'. Dan ketika itu diberikan kepada parpol, Jokowi jadi bisa memperluas cengkraman kekuasaannya pada parpol," kata dia.
Jelang tahapan Pilpres 2024, ada gelagat Jokowi berbeda dukungan capres dengan PDIP. Meski belum menyatakan sikap tegasnya, namun rentetan peristiwa politik belakangan ini makin menguatkan dugaan itu.
Terlebih, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan terkait syarat capres-cawapres bisa dari unsur kepala daerah dapat memuluskan perbedaan dukungan antara Jokowi dan PDIP tersebut.
Pasalnya, putusan MK ini dinilai membuka pintu bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. Dua partai Koalisi Indonesia Maju (KIM), Partai Gerindra dan Golkar telah membuka pintu bagi Gibran.
Di satu sisi, PDIP telah mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Selain PDIP, pasangan ini juga didukung oleh PPP, Perindo dan Hanura.
Tak berhenti di situ, gelagat ini juga tercium ketika Jokowi datang di Rakernas relawan Projo pada Sabtu (14/10). Pada kesempatan itu, Jokowi bersama Gibran hadir walaupun hanya sebentar. Usai rakernas itu, Projo langsung mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo di Pilpres 2024.
Selain itu, PSI yang kini dikomandani oleh Kaesang Pangarep belakangan mesra dengan Prabowo. Bahkan, keduanya sudah kerap bertemu satu sama lain.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai ada gelagat Jokowi akan berbeda pilihan dengan Megawati di Pilpres 2024. Terlebih, baru-baru ini Jokowi tak hadir dalam acara pengumuman Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar Pranowo karena di saat bersamaan sedang di luar negeri.
"Jadi sangat mungkin pak Jokowi akan berbeda pilihan dengan Bu Mega. Paling minimal dia bisa dua kaki," kata Agung, Rabu.
Agung memandang dukungan relawan Projo ke Prabowo hingga ada putusan MK yang memperbolehkan syarat cawapres pernah menjadi kepala daerah menjadi kode arah dukungan Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2024.
"Sebenarnya ini titik kulminasi setelah banyak kode-kode halus yang selama ini dilemparkan Jokowi di Pilpres 2024. Itu mulai tampak eksplisit di panggung depan politik kita," kata dia.
Lihat Juga : |
Agung berpendapat, rentetan peristiwa ini sebagai cara Jokowi ingin memposisikan dirinya sebagai 'the real king maker' di Pilpres 2024.
Terlebih, ia mengatakan Jokowi masih memegang instrumen kekuasaan hingga Oktober 2024. Jokowi, kata Agung, ingin menjadikan semua arena politik berada di bawah kendalinya.
"Dia bukan king maker tapi the real king maker. Pertarungan capres-cawapres itu di layer pertama. Lalu dilapis kedua pertarungan king maker itu SBY, Paloh, Mega, mungkin JK. Nah, di atasnya mereka itu semua ada Jokowi," kata Agung.
"Dia mempercepat semuanya. Dia ingin semua di atas kendali dia. Kalau mau main-main sama saya tinggal saya pencet ini barang," tambahnya.
(rzr/pmg)