Jakarta, CNN Indonesia --
Polda Metro Jaya secara resmi telah menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Kasus pemerasan ini mulai mengemuka saat beredar surat panggilan dari penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terhadap Heri selaku sopir Syahrul. Surat tersebut bernomor B/10339/VIII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat itu tertanggal 25 Agustus dan ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Ade Safri Simanjuntak. Dalam surat tersebut, pemanggilan terhadap sopir Syahrul merujuk pada laporan informasi nomor LI-235/VII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus tertanggal 21 Agustus 2023.
Dalam surat juga tertulis bahwa Subdit V Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian tahun 2021.
Saat itu, Polda Metro Jaya enggan memberikan tanggapan atas beredarnya surat panggilan tersebut.
Surat panggilan itu beredar setelah Syahrul menyandang status sebagai tersangka kasus korupsi. Syahrul diketahui sempat 'hilang' hingga akhirnya kembali tiba di Jakarta pada 4 Oktober.
Sehari berselang, Syahrul mendatangi Polda Metro Jaya. Namun, tak ada pernyataan dari Syahrul maupun Polda Metro Jaya terkait hal tersebut.
Barulah pada sore harinya, dalam konferensi pers di Nasdem Tower, Syahrul mengungkapkan kedatangannya ke Polda Metro Jaya dalam rangka memberikan keterangan terkait dengan laporan dugaan pemerasan.
SYL ungkap kasus pemerasan
Syahrul mengatakan ada laporan yang dibuat masyarakat terkait dugaan pemerasan pada 12 Agustus 2023. Namun, saat itu ia tak menjelaskan secara rinci soal kasus tersebut.
"Saya dihadapkan dengan masalah, yang saya selesaikan hari ini saya mendatangi Polda untuk menyampaikan keterangan terkait dengan dumas (pengaduan masyarakat) 12 Agustus 2023," kata Syahrul di NasDem Tower, Kamis (5/10).
Kemudian, pada malam harinya, giliran Polda Metro Jaya buka suara. Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak membenarkan pihaknya tengah mengusut laporan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2021 yang diterima pada 12 Agustus.
Saat itu, Ade enggan mengungkapkan siapa sosok yang membuat dumas tersebut. Ia berdalih hal ini demi menjaga kerahasiaan pelapor.
Ade menerangkan setelah menerima laporan itu, pihaknya menerbitkan surat perintah pulbaket sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas dumas itu pada 15 Agustus.
Kemudian, pada 21 Agustus, polisi telah menerbitkan surat perintah penyelidikan. Setelahnya, proses penyelidikan pun dimulai untuk menemukan apakah ada peristiwa pidana.
Proses klarifikasi terhadap sejumlah pihak terkait laporan itu dimulai sejak 24 Agustus. Dalam proses itu, ada enam orang yang dimintai keterangan. Di antaranya adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) hingga sopir serta aide-de-camp (ADC) dari Syahrul.
Ade turut menyampaikan Syahrul telah tiga kali dimintai klarifikasi atas laporan tersebut. Proses klarifikasi ketiga dilakukan setelah Syahrul berstatus sebagai tersangka.
"Di mana beliau (Syahrul) telah dimintai keterangan untuk klarifikasi sebanyak tiga kali dan hari ini adalah yang ketiga kalinya beliau dimintai keterangan atau klarifikasi atas dugaan tindak pidana yang terjadi dan itu dilaporkan," ucap Ade.
Foto Firli dan SYL beredar
Di tengah penyelidikan kasus ini, justru beredar foto pertemuan Firli dengan Syahrul. Pertemuan itu terjadi saat Firli sedang bermain bulutangkis di GOR Tangki, Mangga Besar, Jakarta Barat.
Pada 7 Oktober, polisi kembali menggelar konferensi pers dan mengumumkan kasus dugaan pemerasan tersebut ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan. Ini berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik pada 6 Oktober.
"Dari hasil pelaksanaan gelar perkara dimaksud, selanjutnya direkomendasikan untuk dinaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan," kata
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntakdi Polda Metro Jaya, Sabtu (7/10).
 Ketua KPK Firli Bahuri bertemu dengan Mentan Syahrul Yasin Limpo di lapangan bulutangkis di Jakarta Pusat. Diduga pertemuan terjadi pada Desember 2022. (Foto: Dok. Istimewa) |
Ade menuturkan dalam perkara ini pihaknya menerapkan Pasal 12e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP.
Proses penyidikan perkara ini turut melibatkan tim Mabes Polri berdasarkan perintah dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Karena ini menyangkut laporan yang dilaporkan oleh orang yang dikenal publik, juga menyangkut lembaga yang dikenal publik, penanganannya harus cermat, hati-hati," kata dia di GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sleman, Sabtu (7/10).
"Oleh karena itu saya minta tim dari Mabes untuk ikut turun untuk mengasistensi, sehingga di dalam proses penanganannya menjadi cermat," lanjut Sigit.
Penyidikan dimulai
Pada 9 Oktober penyidik pun menerbitkan surat perintah penyidikan pada 9 Oktober. Rangkaian proses penyidikan pun dimulai, termasuk memeriksa sejumlah saksi.
Para saksi yang diperiksa ini antara lain Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, ajudan Firli, pegawai KPK, hingga mantan Wakil Ketua KPK.
Di tengah proses penyidikan ini, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto sempat menyurati pimpinan KPK terkait permohonan supervisi penanganan kasus dugaan pemerasan.
Ade mengatakan permohonan supervisi tertanggal 11 Oktober itu berisi permohonan kepada Pimpinan KPK untuk menugaskan Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi untuk ikut terlibat dalam penanganan kasus itu.
"Jadi ini bentuk transparansi penyidik Polda Metro Jaya dengan tim gabungannya dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri untuk menggandeng KPK dalam pelaksanaan koordinasi maupun supervisi dalam penanganan perkara yang sedang kita lakukan," kata Ade di Polda Metro Jaya, Jumat (13/10).
Polisi akhirnya menjadwalkan pemeriksaan Firli Bahuri selaku Ketua KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam proses penyidikan untuk pertama kalinya.
Saat itu, Firli dijadwalkan akan diperiksa 20 Oktober. Pada panggilan pertama ini, Firli absen dengan alasan ada agenda lain dan meminta penjadwalan ulang. Penyidik lantas menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Ketua KPK itu pada 24 Oktober.
Satu hari jelang pemeriksaan atau pada 23 Oktober, pimpinan KPK mengirim surat yang berisi permintaan agar pemeriksaan terhadap Firli dilakukan di Bareskrim Polri. Bukan di Polda Metro Jaya.
Permintaan itu disanggupi. Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya lantas berkoordinasi dengan Dittipidkor Bareskrim Polri terkait agenda pemeriksaan tersebut.
Firli pun hadir memenuhi panggilan pemeriksaan, meski secara diam-diam. Pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, Firli tak terlihat memasuki Gedung Bareskrim Polri tempat pemeriksaan dari lobi depan maupun belakang.
Dari info yang diperoleh, Firli diduga memasuki Gedung Bareskrim melewati akses Gedung Rupatama atau bangunan yang menjadi lokasi kantor Kapolri dan Wakapolri. Gedung Rupatama memang tersambung dengan Gedung Bareskrim Polri.
Dalam pemeriksaan itu, Ade mengungkapkan Firli mengakui pernah bertemu dengan Syahrul pada Maret 2022. Ini terkait beredarnya foto pertemuan Firli dan Syahrul di GOR Tangki.
"Terkait dengan foto yang beredar, juga menjadi bagian dari materi penyidikan yang kami lakukan. (Firli) membenarkan (pertemuan)," kata Ade di Bareskrim Polri, Selasa (24/10)
Rumah Firli Digeledah
Setelahnya, pada 26 Oktober polisi menggeledah dua rumah Firli. Masing-masing berlokasi di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan dan Perumahan Gardenia Villa Galaxy, Kota Bekasi.
Buntut penggeledahan ini, polisi pun memeriksa bos alexis, Alex Tirta. Ia diketahui merupakan penyewa pertama rumah yang beralamat di Jalan Kertanegara. Alex kemudian menyewakan kembali rumah itu ke Firli dengan harga sewa Rp650 juta per tahun.
Polisi juga membeberkan fakta bahwa Firli dan Syahrul pernah bertemu di rumah Jalan Kertanegara Nomor 46 tersebut. Namun, tak diungkap berapa kali mereka bertemu di sana.
Proses penyidikan pun terus dilakukan. Penyidik lantas memanggil Firli untuk menjalani pemeriksaan tambahan pada 7 November.
Di sisi lain, Firli lagi-lagi absen pada jadwal pemeriksaan kedua ini. Firli berdalih sudah memiliki kegiatan di Aceh selaku Ketua KPK. Agenda pemeriksaan lantas dijadwalkan ulang pada 14 November.
Sehari sebelum agenda pemeriksaan, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto sempat menyampaikan pihaknya akan segera melakukan gelar perkara penetapan tersangka kasus dugaan pemerasan ini.
"Ya nanti dari tim kami, mungkin segera," kata Karyoto kepada wartawan, Senin (13/11).
Namun, Firli kembali absen dengan beralasan sudah lebih dulu memiliki jadwal klarifikasi di Dewan Pengawas KPK. Padahal, klarifikasi di Dewas KPK diagendakan pada 13 November, bukan 14 November.
Ketidakhadiran Firli dalam agenda pemeriksaan di Polda Metro Jaya itu disampaikan lewat sebuah surat yang dikirimkan oleh Kepala Biro Hukum KPK.
[Gambas:Photo CNN]
Firli ogah disebut mangkir
Dalam surat itu, Firli juga sekaligus meminta agar pemeriksaannya nanti kembali dilakukan di Bareskrim Polri.
Pada 14 November, Firli justru tampil memimpin konferensi pers kasus dugaan korupsi Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan kawan-kawan.
Dalam konferensi pers itu, Firli turut memastikan tidak akan menghadiri agenda pemeriksaan kasus dugaan pemerasan. Firli juga ogah disebut mangkir karena mengaku selalu menyurati penyidik Polda Metro Jaya mengenai alasan ketidakhadirannya.
"Untuk Polda Metro Jaya, Kepala Biro Hukum dengan [tim] Koordinasi Supervisi (Korsup) sudah berkoordinasi sejak kemarin dengan Polda Metro Jaya bahwa saya akan datang dalam waktu dekat tapi bukan hari ini," ujar Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/11).
"Dan itu sudah dikomunikasikan dengan penyidik. Jadi, tidak benar kalau saya mangkir. Itu prinsip. Kita akan hadir, tadi sudah dikoordinasikan kepada penyidik Polda Metro Jaya oleh Kepala Biro Hukum dan Pendamping KPK dari Korsup," imbuhnya.
Penyidik kemudian menjadwalkan ulang pemeriksaan kepada Firli pada 16 November. Sesuai permintaan Firli, pemeriksaan pun dilakukan di Bareskrim Polri.
Seperti pada pemeriksaan pertama, Firli kembali datang secara diam-diam untuk memenuhi panggilan pemeriksaan. Ia pun diperiksa selama 3,5 jam dan dicecar dengan 15 pertanyaan.
Usai diperiksa, Firli lagi-lagi berupaya menghindari kejaran awak media. Firli langsung bergegas masuk menuju mobil dan menghindari wartawan yang sudah berkumpul menunggu kehadirannya sepanjang hari.
Firli bahkan menutup mukanya dengan tas yang dia bawa untuk menghindari kejaran pertanyaan dari media.
Firli jadi tersangka pemerasan
Enam hari pasca meminta keterangan tambahan dari Firli, penyidik akhirnya melakukan gelar perkara. Hasilnya, Firli ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul.
"Berdasarkan fakta-fakta penyidikan maka pada hari Rabu 22 Nov 2023 sekira pukul 19.00 WIB di ruang gelar perkara krimsus Polda Metro Jaya dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka," tutur Ade, Rabu (22/11).
Firli dijerat dengan Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Dalam kasus ini, polisi turut menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya, dokumen penukaran valas dalam pecahan SGD dan USD di beberapa money changer senilai Rp7,4 miliar.
Polisi juga menyita pakaian, sepatu, hingga pin yang digunakan oleh SYL saat bertemu dengan Firli di GOR Tangki pada 2 Maret 2022.
Selain itu, penyidik juga menyita ikhtisar lengkap LHKPN atas nama Firli pada periode waktu mulai tahun 2019 sampai tahun 2022.
Sebagai tindak lanjut, penyidik akan segera memeriksa Firli dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Namun, belum diketahui kapan pemeriksaan akan dilakukan.
KPK merespons penetapan Firli sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan Firli tetap berkantor setelah diumumkan sebagai tersangka.
"Beliau tetap masuk kantor seperti biasa karena secara yuridis beliau masih sebagai anggota pimpinan KPK yang merangkap sebagai ketua yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas di kantor KPK," ujar Johanis saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Kamis (23/11).