Mantan Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto resmi bebas setelah Presiden Indonesia Prabowo Subianto memberi abolisi dan amnesti untuk mereka.
Namun, pemberian abolisi untuk Tom dan amnesti bagi Hasto oleh Prabowo itu menuai sorotan publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai hukum sedang dipermainkan. Kata dia, pemberian amnesti dan abolisi adalah konsekuensi dari peradilan politis.
"Hukum sedang dipermainkan. Kalau mau memaafkan Hasto dan Tom kenapa harus begini amat: drama di pengadilan dulu. Kenapa enggak sedari awal saja. Bukankah Kepolisian, Kejaksaan dan KPK di bawah Presiden," ujar Feri saat dikonfirmasi, Jumat (1/8).
Dia memandang keputusan yang dikeluarkan Prabowo tersebut tidak hanya menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan, tetapi juga bagi isu peradilan yang sehat.
"Ini kesempatan para politisi memanfaatkan situasi. Jadi, ujung-ujungnya orang capek dengan segala drama peradilannya, tapi nanti akan ada pahlawan politiknya di belakang layar," ujarnya.
Dosen hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah 'Castro' menyebut pemberian abolisi dan amensti dalam perkara korupsi merupakan tindakan yang keliru dan harus dikritik.
"Amnesti dan abolisi seolah-olah dijadikan alat kompromi politik," ucap dia.
"Ini perkara korupsi loh ya. Itu mesti ditegaskan. Ini perkara korupsi. Dan rasanya belum ada tuh perkara korupsi yang diberikan amnesti dan abolisi mengingat derajat yang dilakukan. Jadi, keliru itu," sambungnya.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti juga berpendapat pemberian abolisi dan amnesti itu berbahaya untuk sistem hukum Indonesia. Kata dia, langkah ini berpotensi membahayakan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia ke depan.
"Dampak jangka panjangnya itu yang berbahaya sekali bagi pemberantasan korupsi, bahayanya pertama berarti pengampunan-pengampunan ini bisa terus diberikan tergantung dari relasi politik dari orang itu, dari terpidananya, relasi politiknya, bisa karena kedekatan personal, bisa juga karena hal-hal yang sifatnya sangat politik seperti yang dilakukan terhadap Hasto," kata Bivitri kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Bivitri, konsep pengampunan Prabowo ini lebih kepada kepentingan politik bukan hukum. Sehingga penggunaannya biasanya politis tanpa pertimbangan hukum.
"Buat saya ini berbahaya ke depannya ini benar-benar kewenangan absolut dari presiden dan bisa dipergunakan memberikan untuk lebih banyak pengampunan lainnya, apapun skemanya," ujarnya.
Bersambung ke halaman berikutnya...